Sabtu, 13 April 2013

PENULISAN ILMIAH MENGENAI BAHASA INDONESIA

                                                 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Disadari atau tidak, penggunaan bahasa akan berubah sesuai dengan kebutuhan penuturnya.
Sebagai contoh, bahasa yang digunakan saat seseorang berpidato atau berceramah dalam sebuah seminar
akan berbeda dengan bahasa yang digunakannya saat mengobrol atau bercengkrama dengan keluarganya.
Bahasa itu akan berubah lagi saat ia menawar atau membeli sayuran di pasar. Kesesuaian antara bahasa dan
pemakaiannya ini disebut ragam bahasa. Dalam penggunaan bahasa (Indonesia) dikenal berbagai macam
ragam bahasa dengan pembagiannya masing-masing, seperti ragam formal-semi formal-nonformal; ujarantulisan;
jurnalistik; iklan; populer dan ilmiah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dijelaskan bahwa ilmiah adalah bersifat ilmu;
secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang bersifat keilmuan. Sifat keilmuan ini terlihat
pula dalam penggunaan bahasanya. Ragam bahasa yang digunakan dalam sebuah karya tulis ilmiah adalah
ragam bahasa ilmiah.Ragam bahasa ilmiah merupakan bahasa dalam dunia pendidikan. Karena penutur
ragam bahasa ini adalah orang yang berpendidikan, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang dipelajari
di sekolah/institusi pendidikan. Ragam bahasa ini dikenal pula dengan istilah ragam bahasa baku/standar.
Menurut Hasan Alwi dkk. (2003: 13—14), ragam bahasa ini memiliki dua ciri, yaitu kemantapan dinamis
dan kecendikiawan. Kemantapan dinamis berarti aturan dalam ragam bahasa ini telah berlaku dengan
mantap, tetapi bahasa ini tetap terbuka terhadap perubahan (terutama dalam kosakata dan istilah). Ciri
kecendikiawan terlihat dalam penataan penggunaan bahasa secara teratur, logis, dan masuk akal. Ragam
bahasa ini bersifat kaku dan terikat pada aturan-aturan bahasa yang berlaku.
Sebagai bahasa baku, terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam penggunaan ragam
bahasa ilmiah. Standar tersebut meliputi penggunaan tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia baku. Tata
bahasa Indonesia yang baku meliputi penggunaan kata, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah
baku. Kaidah tata bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan
berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia. Sementara itu, kaidah ejaan bahasa Indonesia yang
baku adalah kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sesuai dengan ragam bahasanya, aturanaturan
ini mengikat penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah.
* Pegawai Pada PDII-LIPI
Karya tulis ilmiah terbagi menjadi enam jenis, yaitu skripsi, tesis, disertasi (tugas akhir dalam
pendidikan tinggi); laporan penelitian; makalah seminar; artikel ilmiah; makalah; dan laporan eksekutif.
Pembahasan karya tulis ilmiah dalam tulisan ini akan difokuskan pada artikel ilmiah. Pemilihan ini
dilakukan dengan dasar pemikiran artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal/ majalah ilmiah merupakan
salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang sudah dipublikasikan.
1.2 Rumusan Masalah
Penggunaan bahasa ilmiah diikuti dengan tuntutan mengikuti kaidah tata bahasa dan ejaan bahasa
Indonesia yang baku. Namun, ada pula penulis artikel ilmiah yang menggunakan susunan kalimat kurang
baku Ada dua rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Rumusan masalah tersebut adalah
bagaimana ciri penggunaan bahasa ilmiah yang baik? Bagaimana implementasi penggunaan tata bahasa
Indonesia pada artikel ilmiah?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dalam penulisan ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri bahasa ilmiah dalam karya tulis
ilmiah, khususnya artikel ilmiah, serta melihat implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia dalam
artikel ilmiah. Tulisan ini diharapkan dapat membantu memberi gambaran mengenai bahasa ilmiah.
Analisis ini dapat digunakan sebagai acuan para penulis artikel untuk menulis dengan menggunakan tata
bahasa yang baku.
1.4 Metode
Analisis penggunaan tata bahasa dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan analisis
pustaka dan observasi terhadap penggunaan bahasa dalam majalah-majalah ilmiah. Sebagai alat bantu
untuk mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan
berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Implementasi penggunaan
bahasa dalam artikel ilmiah dilihat secara acak dalam beberapa artikel ilmiah berbahasa Indonesia.
Pembahasan mengenai penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah ini dibagi dalam tujuh bagian.
Bagian pertama, pendahuluan, menjelaskan dasar pemikiran tulisan ini secara sederhana. Bagian-bagian
selanjutnya, menjelaskan penggunaan ragam bahasa ilmiah tersebut secara spesifik yaitu format penulisan,
pilihan kata, kalimat efektif, kesatuan wacana, dan pedoman penulisan (ejaan). Sebagai penutup, disajikan
pula kesimpulan singkat.

                                                                 BAB II HASIL PEMBAHASAN

Format Penulisan
Artikel ilmiah merupakan tulisan ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Setiap jurnal
memiliki syarat penyajian tulisan yang berbeda-beda. Walaupun begitu, unsur-unsur tulisan yang biasa
dapat ditemui adalah abstrak, kata kunci, pendahuluan (latar belakang, tujuan, masalah penelitian, dan
metode penelitian), batang tubuh (hasil dan pembahasan penelitian), dan kesimpulan. Karena keterbatasan
tempat dalam jurnal ilmiah, pembatasan jumlah halaman dalam artikel ilmiah berlaku ketat.
Tiap bidang ilmu mempunyai konvensi naskah yang berbeda-beda. Namun secara umum, pembagian dalam
sebuah kerangka pikiran (tulisan maupun ujaran) terdiri atas pendahuluan, isi, dan penutup. Setiap bagian
tersebut berkaitan satu sama lain sehingga membangun satu kepaduan yang utuh.
Secara tradisional, bidang ilmu dibagi menjadi ilmu alam dan sosial. Jika diperhatikan, ada
perbedaan format penulisan pada karya tulis ilmiah dua bidang ilmu ini. Ilmu alam menggunakan alam
sebagai objek penelitiannya. Dalam penulisan karya tulis ilmiah bidang ilmu alam, langkah-langkah
penelitian dicantumkan secara terperinci sehingga keteraturan/ urutan penulisan terlihat secara eksplisit.
Berbeda dengan ilmu alam, ilmu sosial menggunakan perilaku manusia sebagai objek penelitiannya. Oleh
karena itu, dalam karya tulis ilmiah bidang sosial, pembahasan penelitian disajikan dalam bentuk
penggambaran (deskriptif).

Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata atau diksi dalam sebuah karya tulis ilmiah akan mempengaruhi kesan dan makna yang
ditimbulkan. Hal ini merupakan salah satu unsur dalam artikel ilmiah. Pemilihan kata dalam satu ragam
bahasa berkaitan dengan ketepatan pemilihan kata dan kesesuaian pemilihan kata.
Menurut Gorys Keraf (2005: 87), ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan menggunakan kata secara
tepat yang berarti menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian
pemilihan kata berkaitan dengan suasana dan lingkungan berbahasa. Dalam artikel ilmiah, suasana dan
lingkungan bahasa yang digunakan adalah formal dengan bahasa standar/baku. Dalam makalah ini, dibahas
beberapa hal yang berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pemilihan kata dalam artikel ilmiah, yaitu:
1. Sinonim
a. air kencing—air pipis—air seni—urin
Air kencing adik berwarna keruh.
Air pipis adik berwarna keruh.
Air seni adik berwarna keruh.
Urin adik berwarna keruh.
Sinonim merujuk pada kata-kata dengan makna yang (hampir) serupa. Pada contoh penggunaan
sinonim di atas, bahasa yang standar (baku) adalah air seni dan atau urin (dalam bidang kedokteran).
b. mengemukakan—mengatakan—menyuarakan.
Ia mengemukakan pendapatnya.
Ia mengatakan pendapatnya.
Ia menyuarakan pendapatnya.
Untuk menhindari kebosanan karena menggunakan kata yang itu-itu saja, dapat dipilih sinonim
yang penggunaannya tepat (sesuai konteks)
2. Kata umum—kata khusus
Kendaraan—Kendaraan bermotor—Kendaraan (bermotor) umum—Angkot
a. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan dianggap berhasil.
b. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan bermotor dianggap berhasil.
c. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan umum dianggap berhasil.
d. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan angkot dianggap berhasil.
Setiap kata yang digunakan pada kalimat-kalimat di atas, semakin lama semakin khusus. Hal ini
terlihat dari semakin khusus (sempit) makna yang digunakan pada kata-kata di atas (sesuai urutannya).
Kata yang semakin sempit tujuannya itulah yang disebut dengan kata khusus.
3. Kata indria
Kata indria merupakan kata yang menunjukkan perasaan/ pengalaman dengan pancaindra, seperti
panas, manis, keras, apak, desing, dan mengilat. Penggunaan kata-kata indria ini dapat saling tumpang
tindih. Gejala seperti ini disebut dengan sinestesia. Perhatikan contoh berikut.
a. Ibu membuat teh manis.
b. Gadis itu manis sekali.
4. Kelangsungan pilihan kata
Kelangsungan pilihan kata berkaitan kata demi kata yang dipilih sehingga dapat menyampaikan
gagasan secara tepat, efektif, dan efisien. Hal ini menyangkut penghamburan kata, ambiguitas makna,
kesalahan ejaan, dsb. Perhatikan contoh-contoh berikut:
SALAH BENAR
Praktek Praktik
Analisa Analisis
Merubah Mengubah
Multi media Multimedia
Dia punya nama Namanya
Banyak para ibu Banyak ibu/para ibu
5. Istilah dan jargon
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang secara cermat mengungkapkan makna konsep, proses,
keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu tertentu. Sementara itu, jargon adalah kata-kata teknis
atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau
kelompok-kelompok khusus lainnya (Keraf, 2005: 107). Antara istilah dan jargon, terdapat
ketumpangtindihan makna. Pada dasarnya, jargon merupakan bahasa atau kata yang khusus sekali.
6. Kata populer dan ilmiah
Kata populer adalah kata yang lazim digunakan oleh masyarakat luas dalam kegiatan sehari-hari.
Kata ini tentu berbeda dengan kata ilmiah yang merujuk pada bahasa ilmiah. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan contoh berikut:.
a. orang sakit—pasien (kata populer—kata ilmiah)
b. pecahan—fraksi (kata populer—kata ilmiah)
c. kolot—konservatif (kata populer—kata ilmiah)
7. Kata slang
Kata slang adalah kata yang digunakan pada ragam percakapan yang khas. Misalnya, bahasa gaul.
Bahasa seperti ini tidak bisa digunakan dalam karya tulis ilmiah karena merupakan bahasa nonstandar.
8. Idiom
Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya
berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal dengan bertumpu
pada makna-makna yang membentuknya (Keraf, 2005: 109) Contohnya, makan garam, banting tulang.
Selain itu, dalam menulis karya tulis ilmiah perhatikan pula penggunaan kata depan yang dilekatkan secara
idiomatis pada kata kerja tertentu, seperti berbahaya bagi, selaras dengan, terdiri atas.
Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/ penulisnya dengan baik
sehingga pendengar/ pembaca akan menangkap gagasan di balik kalimat tersebut dengan tepat. Karena
tujuan seseorang menulis adalah mengkomunikasikan gagasan yang dimilikinya, kalimat efektif merupakan
sarana yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam kegiatan menulis, populer maupun ilmiah,
laporan maupun artikel, kalimat yang digunakan berupa kalimat efektif. Menurut Gorys Keraf (1993)
syarat-syarat kalimat efektif adalah sebagai berikut.
1. Kesatuan Gagasan
Kesatuan gagasan mengacu pada bagaimana perilaku fungsi-fungsi kalimat dalam satu kalimat.
Syarat utama untuk membentuk sebuah kalimat lengkap adalah adanya fungsi subjek dan predikat. Jika
dirasa perlu, fungsi-fungsi ini dapat ditambahkan dan diperluas dengan fungsi lainnya.
Contoh:
a. Pada pembiayaan mudhabarah tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya.
Kalimat di atas tidak menunjukkan kesatuan gagasan karena subjek dalam kalimat di atas tidak ada.
Siapakah yang tidak berpartisipasi dalam manejemen bisnis yang dibiayainya? Mengacu kepada
siapakah partikel –nya pada kata dibiayainya? Bandingkan dengan kalimat berikut. Pada pembiayaan
mudhabarah, konsumen tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya.
b. Karena asam amino ini merupakan faktor pembatas pada pakan nabati.
Kata karena merupakan konjungsi yang menunjukkan hubungan alasan/sebab. Konjungsi ini berfungsi
menghubungkan anak kalimat (alasan/sebab) dengan induk kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat.
Pada kalimat di atas, penyebab (induk kalimat) tidak nampak.
2. Koherensi yang baik dan kompak.
Koherensi yang baik dan kompak mengacu pada hubungan antarunsur pembentuk kalimat. Dalam hal
ini, urutan kata menjadi hal yang perlu diperhatikan. Perhatikan contoh berikut:
a. Tes tersebut dibuat oleh guru bidang studi yang berjumlah 25 item.
b. Tes yang berjumlah 25 item tersebut dibuat oleh guru bidang studi.
3. Penekanan
Dalam sebuah kalimat, umumnya terdapat satu hal/topik yang ingin ditekankan. Melalui beberapa cara,
penekanan tersebut akan terasa nyata. Coba perhatikan contoh berikut ini.
a. Beberapa daerah sudah mencapai TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrasepsi yang
cukup tinggi.
b. TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrsepsi yang cukup tinggi sudah dicapai beberapa
daerah.
c. Beberapa daerah pun sudah mencapai kurang dari dua angka prevelensi kontrasepsi yang cukup
tinggi.
Dari contoh di atas, terlihat cara untuk memberi penekanan adalah meletakkan topik di awal kalimat
atau menggunakan partikel penekan (pun). Selain cara di atas, dapat pula digunakan pertentangan atau
repetisi (pengulangan).
4. Variasi
Untuk menghindari kebosanan karena menggunakan kata atau pola kalimat yang itu-itu saja,
digunakan variasi. Dalam kosakata, variasi berkaitan erat dengan sinonim. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan kembali pembahasan mengenai pilihan kata (sinonim).
5. Paralelisme
Paralelisme menekankan pada penggunakan jenis dan pola yang sama dalam kalimat. Fungsi-fungsi
dalam satu kalimat terbentuk dari pola yang sama. Misalnya, jika dalam sebuah kalimat terdapat
predikat lebih dari satu, imbuhan dalam predikat-predikat tersebut sama. Perhatikan kalimat-kalimat
berikut.
a. Fungsi enzim di antaranya adalah membantu proses metabolisme dan dapat digunakan mencegah
infeksi.
b. Fungsi enzim di antaranya adalah membantu proses metabolisme dan mencegah infeksi.
6. Penalaran atau Logika
Salah satu ciri bahasa ilmiah adalah logis. Hal ini berarti pernyataan dalam kalimat yang
digunakan dalam karya tulis ilmiah sesuai dengan logika. Perhatikan contoh berikut.
a. Secara umum, pendekatan kultural lebih optimis daripada kedua pendekatan sebelumnya...
Pertanyaan yang muncul dari kalimat di atas adalah, siapa yang merasa lebih optimis? Apakah
mungkin, sebuah pendekatan (dalam hal ini pendekatan kultural) dapat merasakan optimisme?
Perasaan (optimis) tentunya dapat dirasakan oleh manusia, bukan pendekatan.
Selain syarat di atas, ada pula satu hal lagi yang perlu diperhatikan, yaitu panjang kalimat. Logikanya,
semakin kompleks dan panjang kalimat, maka semakin sulit pula kalimat tersebut dipahami.
Perhatikan kalimat berikut.
Salah satu sistem yang sangat mungkin dikembangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya
beragama islam adalah dengan mengoptimalkan fungsi zakat, di antaranya dengan menciptakan
akumulasi modal yang diharapkan dapat menciptakan dunia usaha baru, terutama pada sektor
ekonomi kerakyatan dalam bentuk industri skala kecil sehingga dari sektor ekonomi yang dibentuk
akan dapat menyerap banyak tenaga kerja yang pada akhirnya akan berdampak kepada ekonomi
rakyat.
Dalam makalah yang disampaikan Felicia N. Utorodewo dalam seminar ”Sejarah Bahasa
Melayu/Bahasa Indonesia dalam Jurnalistik” di FIB UI disebutkan penelitian Mencher mengenai
panjang kalimat, yaitu:
Tabel 1. Hubungan Antara Panjang Kalimat dan Keterbacaan
Panjang Kalimat Keterbacaan
8 kata atau kurang Sangat mudah dipahami
11 kata Mudah dipahami
14 kata Agak mudah dipahami
17 kata Standar
21 kata Agak sulit dipahami
25 kata Sulit dipahami
29 kata atau lebih Sangat sulit dipahami
Dalam bahasa Indonesia belum diadakan penelitian yang dipublikasikan mengenai keefektifan kalimat
berdasarkan jumlah kata. Namun, penelitian di atas dapat memberikan sedikit gambaran mengenai
hubungan antara keefektifan kalimat dan jumlah kata dalam satu kalimat. Walaupun begitu, ada
pengecualian untuk kalimat panjang dengan pembagian yang jelas. Perhatikan pula contoh berikut:
Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan studi yang ingin
dicapai adalah menganalisis derajat desentralisasi fiskal pada awal otonomi daerah pemerintah kabupaten
dan kota di Provinsi Jawa Timur; menganalisis tingkat kemandirian pemerintahan kabupaten dan kota
pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; menganalisis elasitisas Pendapat Asli Daerah (PAD)
pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; mengetahui jenjang posisi pemerintahan kabupaten
dan kota pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur.
Paragraf
Dalam buku Komposisi (Keraf, 1997: 62—66) dikatakan bahwa paragraf merupakan himpunan
dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf
merupakan perluasan pikiran dari kalimat. Pembagian paragraf berdasarkan fungsinya dalam satu karangan
akan mempermudah pembaca memahami struktur karangan.
Sebuah karangan yang dalam studi kasus ini berupa artikel ilmiah minimal terdiri atas tiga
pembagian, yaitu pendahuluan, isi, penutup. Hal ini berlaku pula dalam penulisan paragraf. Dalam sebuah
paragraf, terdapat kalimat pembuka, isi, dan penutup. Oleh karena itu, sebuah paragraf yang standar
minimal terdiri atas tiga kalimat.
Dalam sebuah paragraf, terdapat kalimat yang menunjukkan gagasan utamanya. Kalimat tersebut
disebut kalimat topik. Dari kalimat topik inilah sebuah paragraf kemudian dikembangkan. Dalam
mengembangkan satu kalimat topik menjadi paragraf, perlu pula diperhatikan masalah urutan yang logis
dan kepaduan bahasa. Kepaduan bahasa ini akan terlihat dari penggunaan kata-kata yang merujuk pada
bagian sebelumnya sehingga topik yang dibahas dalam sebuah paragraf tidak meluas tak terarah.
Pedoman Penulisan
Dalam setiap bahasa, terdapat pedoman penulisan yang perlu diperhatikan. Pedoman ini dibuat
untuk mempermudah penggunaan dan pemahaman terhadap suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia,
terdapat dua panduan yang dijadikan acuan, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD). KBBI merupakan pedoman mengenai tata
cara penulisan dan makna kata. Hal ini berbeda dengan EyD yang berisi aturan-aturan mengenai pungtuasi
(tanda baca).
Pedoman penulisan yang terdapat dalam KBBI dan EyD bersifat mengikat penggunanya. Makalah
ini tidak akan membahas aturan dalam kedua pedoman tersebut satu per satu. Apabila dibutuhkan, seorang
peneliti/penulis tidak perlu merasa ragu atau malu untuk membuka-buka kembali kedua pedoman ini. Apa
yang akan dibahas dalam makalah ini hanyalah aturan-aturan yang lebih bersifat khusus.
Setiap bidang ilmu mempunyai kekhasan dalam tata cara penulisan. Ada aturan-aturan khusus
yang berlaku mengikat penggunanya. Berikut ini beberapa aturan khusus kebidangan
1. Penggunaan istilah asing
Dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003) telah dijelaskan
bahwa huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali
yang telah disesuaikan ejaannya Hal ini menujukkan bahwa penggunaan kata atau ungkapan asing
dalam artikel ataupun karya tulis lainnya diperbolehkan. Namun, apabila kata atau ungkapan yang
digunakan tersebut belum banyak digunakan, ada baiknya diberikan penjelasan. Dengan begitu,
pembaca tidak bingung. Perhatikan contoh berikut:
a. Pengambilan keputusan strategik sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai (value) atau harapan
(expectation).
b. Investasi (pembiayaan)
2. Lambang
Ada banyak karya tulis yang menggunakan satuan. Mien E. Rifai (1995) menyatakan, “Satuan
dasar yang dianut secara universal memakai Satuan Sistem Internasional (biasa disingkat SI dari
Systeme international d’unites).” Contoh SI adalah:
kilogram—kg􀃆 5 kg
meter—m􀃆 10 m
ampere—A􀃆 2 A
Penulisan satuan tidak diawali dengan huruf kapital. Namun, jika satuan tersebut diambil dari
nama orang, penulisan dalam bentuk singkatnya menggunakan huruf kapital. Penulisan satuan dalam
bentuk singkat tidak menggunakan titik.
Sama seperti satuan dasar, penulisan satuan mata uang tidak diawali dengan huruf kapital.
Namun, penulisan satuan mata uang dalam bentuk singkat, menggunakan lambang dan huruf kapital.
Perhatikan contoh berikut.
10.000 rupiah􀃆 Rp10.000,00
80.5 dolar Amerika􀃆 US$80.5
25 yen􀃆Y25
catatan: dalam bahasa Indonesia, desimal ditunjukkan dengan penggunaan koma. Sebaliknya dalam
bahasa Inggris, desimal ditunjukkan dengan penggunaan titik.
Lambang usur zat (kimia) dituliskan berdasarkan aturan yang sudah berlaku internasional.
Penulisan unsur zat dalam bahasa Indonesia tidak ditulis dalam cetak miring kecuali jika tidak
menggunakan ejaan Indonesia. Contoh:
karbon—carbon􀃆C
kuprum􀃆Cu
Selain satuan dan lambang kimia, dalam bidang-bidang ilmu tertentu, terdapat pula rumus. Rumus
ini “bahasa” tersendiri yang tidak boleh diubah-ubah penulisannya.
3. Penulisan nama Latin
Dalam bidang keilmuan tertentu, penggunaan nama Latin tidak bisa dihindarkan. Penggunaan
nama Latin akan menjelaskan spesies makhluk hidup secara spesifik. Lalu, bagaimanakah cara
penulisannya?
Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003:21) disebutkan,
“Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.” Namun, bagaimana dengan
unsur-unsur nama hewan atau tumbuhan? Selain itu, disebutkan pula, “Huruf miring dalam cetakan dipakai
untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.” (2003:26)
Penjelasan lebih lanjut mengenai penulisan nama Latin ini dijelaskan Mien A. Rifai (1995:14), huruf
miring digunakan pada nama ilmiah, marga, jenis, anak jenis, varietas, dan forma makhluk. Akan tetapi,
nama ilmiah takson di atas tingkat marga tidak ditulis dengan huruf miring. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan contoh-contoh berikut:
Oryza sativa Linnaeus
Oryza sativa Linn.
Oryza sativa merupakan nama Latin untuk padi. Sebagaimana dijelaskan pada EyD, penulisan
nama diawali dengan huruf kapital. Oleh karena itu, huruf O pada Oryza kapital. Namun, berbeda dengan
tata cara penulisan nama orang, huruf kapital hanya dipakai pada huruf pertama kata pertama. Jadi, huruf s
pada kata sativa tidak kapital. Huruf L pada kata Linnaeus dan Linn. mengacu pada nama orang (penemu).
Oleh karena itu, tidak ditulis dengan huruf miring.
Felis domesticus strain Himalaya
Pada contoh di atas, kata Himalaya tidak menunjuk pada penemu jenis kucing tersebut. Kata
himalaya mengacu pada tempat/ daerah asal kucing tersebut. Petunjuk mengenai hal itu adalah adanya kata
strain sebelum himalaya.
Oryza sp.
Felis sp.
Pongo spp.
Untuk menyingkat penulisan nama Latin, dapat dituliskan sp. atau spp. di belakang kata pertama
nama Latin. Penulisan sp. dan spp. ini merujuk pada spesies dan subspesies. Tata cara penulisannya tidak
dalam cetak miring.
4. Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Bahasa Inggris diakui sebagai bahasa internasional. Begitu pula dalam karya tulis ilmiah. Agar
dapat mempublikasikan hasil penelitiannya pada masyarakat luas (dalam hal ini masyarakat internasional),
ada banyak peneliti yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam karya tulis
ilmiahnya.
Jika karya tulis ilmiah menggunakan bahasa pengantar Inggris (atau bahasa asing lainnya), pedoman
dan aturan yang digunakan sesuai dengan bahasa yang digunakan. Jadi, jika bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa Inggris, pedoman dan aturan yang digunakan adalah pedoman dan aturan bahasa
Inggris. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di luar bahasa Inggris (bahasa Indonesia atau Latin) ditulis
dalam cetak miring.
                                                                         BAB III Kesimpulan
Ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah atau disebut
juga bahasa standar (baku). Sebagai salah satu jenis dari karya tulis ilmiah, artikel ilmiah pun ditulis
dengan menggunakan ragam bahasa ilmiah. Bahasa standar ini adalah bahasa yang dipelajari dalam
institusi pendidikan. Sebagai bahasa standar, ada aturan-aturan tata bahasa dan pedoman ejaan yang perlu
diikuti. Standar berbahasa yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa ini meliputi pemilihan kata yang
tepat, kalimat efektif, kepaduan paragraf, dan pedoman penulisan. Berdasarkan pengamatan dapat diketahui
bahwa dalam artikel ilmiah masih dapat ditemui penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan standar
aturan berbahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai tersebut dapat ditemukan berupa
ketidaktepatan dalam penggunaan/ penyusunan kata, kalimat, paragraf, dan pedoman penulisan.

Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk (2003): Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Balai Pustaka.
Keraf, Gorys (1997): Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores, Penerbit Nusa
Indah.
Keraf, Gorys (2005): Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (1989): Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Jakarta, Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2001): Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta,
Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2003): Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan. Jakarta, Balai Pustaka.
Rifai, Mien A. (1995): Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia.
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Utorodewo, Felicia N. (2003): Bahasa Jurnalistik dalam seminar Sejarah Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia
dalam Jurnalistik. Proram Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Jakarta, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

MASALAH MAKNA, PENGERTIAN SERTA CONTOH PENALARAN DEDUKTIF



Sebelum membahas tentang penalaran deduktif, lebih baik kita mengetahui apa itu penalaran. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan
setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuannya itu. Dia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek.
PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Menurut bentuknya, penalaran deduktif terbagi atas :
1.      SILOGISME
Merupakan suatu cara penalaran yang formal.Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena melanggar peraturan “X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut:
·         Barang siapa melanggar peraturan “X” harus dihukum.
·         Ia melanggar peraturan “X”
·          la harus dihukum.
·          Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis ma-yor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
·          Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan “melanggar …” pada premis (mayor) diulangi dalam (premis minor). Demikian pula ungkapan “harus dihukum” di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk silogisme yang standar.
·         Akan tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme itu tidak mengikuti bentuk standar seperti itu.
 Misalnya:
- Semua yang dihukum itu karena melanggar peraturan
- Kita selalu mematuhi peraturan
- Kita tidak perlu cemas bahwa kita akan dihukum.
·          Pernyataan itu dapat dikembalikan menjadi:
a. Semua yang melanggar peraturan harus dihukum
b. Kita tidak pernah melanggar (selalu mematuhi) peraturan
c. Kita tidak dihukum.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan
o JikaA=B dan B=C maka A=C

Silogisme terdiri dari ; Silogisme Katagorik, Silogisme Hipotetik dan Silogisme Disyungtif.

§ Silogisme Katagorik
Silogisme Katagorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
o Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………….M……………..P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)

Hukum-hukum Silogisme Katagorik
o Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus parti¬kular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halal
dimakan).
o Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)
1) Dari dua premis yang sama-sama negatit, tidak mendapat kesimpulan apa pun, karena tidak ada mata rantai ya hubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpul diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
(Tidak ada kesimpulan) Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertunjukk Tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertunju Jadi: Semua drama Shakespeare adalah baik. (Kesimpulan tidak sah)
2) Paling tidak salah satu dari term penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term penengahnya tidak ten menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin
Jadi: Binatang ini adalah ikan.
(Padahal bisa juga binatang melata)
3) Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan lenjadi salah, seperti
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’ pada konklusi merupakan term negatif sedang- kan pada premis adalah positif)
4) Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis layor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna mda kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Jadi: Januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu
yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayor
berarti planet yang mengelilingi bumi).
5) Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah ( middle term ), begitu juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan komklsinya.

§ Silogisme Hipotetik
o Silogisme Hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
o Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Hukum-hukum Silogisme Hipotetik
Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan ‘kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen .engan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Kebenaran hukum di atas menjadi jelas dengan penyelidikan

§ Silogisme Disyungtif
o Silogisme Disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya.
o Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus, jadi
la bukan tidak lulus.
o Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:
Hasan di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi di pasar.
o Silogisme disyungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:
la berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain, seperti:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di sekolah.
Jadi ia tidak berada di masjid.

o Hukum-hukum Silogisme Disyungtif:
1. Silogisme disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
     prosedur penyimpulannya valid, seperti :
2. Silogisme disyungtif dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:
     a. Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar), seperti:
         Budi menjadi guru atau pelaut.
         la adalah guru.
         Jadi bukan pelaut
         Budi menjadi guru atau pelaut.
         la adalah pelaut.
         Jadi bukan guru
     b. Bila premis minor mengingkari salah satu a konklusinya tidak sah (salah).

2.      ENTIMEN
o Merupakan silogisme yang salah satu proposisinya dihilangkan tetapi proposisi tersebut dianggap ada dalam pikiran dan dianggap oleh orang lain.
o Entimen pada dasarnya adalah silogisme
o Contoh :
Premis mayor (MY) : manusia mahluk rasional
Premis minor (MN) : kucing bukan manusia
Kesimpulan (K) : kucing tidak rasional
My : setiap manusia pernah lupa
Mn : mahasiswa adalah manusia
K : mahasiswa pernah lupa

Dapat diuraikan sebagai berikut :
o Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang formal
o Proses penalaran dimulai dari premis mayor melalui premis minor sampai pada kesimpulan
o Strukturnya tetap : premis mayor, premis minor, kesimpulan
o Premis mayor beisi pernyataan umum
o Premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang merupakan bagian premis mayor
o Kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusus daripada premisnya

Contoh kalimat deduktif

 premis 1 : semua amfibi bisa bernafas didalam air
 premis 2 : katak adalah hewan amfibi
 konklusi : katak bisa bernapas didalam air




Selasa, 27 November 2012

karangan bebas menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar


indonesia memang kaya akan budaya dan tradisi. Tidak terkecuali tradisi melaksanakan rangkaian bulan Ramadhan sampai dengan merayakan Hari Lebaran atau Idul Fitri. Khusus merayakan kemenangan setelah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, masing-masing daerah (etnis) memiliki tradisi berbeda. Ada yang merayakannya di hari H setelah melakukan sholat Id; ada pula yang merayakannya biasa-biasa saja, tetapi punya tradisi lebih meriah di hari lain.
Masyarakat Indonesia pada umumnya merayakan Lebaran Idul Fitri dengan meriah dalam bentuk silaturahmi dengan kerabat dekat (orang tua dan saudara-saudara kandung serta kakek-nenek kalau masih ada) setelah sholat Id dan di hari sesudahnya dilanjutkan dengan silaturahmi dengan saudara-saudara orang tua. Ini sesuai dengan libur resmi yang ditentukan pemerintah. Selain itu, di antara hari-hari ketiga sampai ketujuh biasanya berkunjung ke rumah kawan dan juga banyak kelompok masyarakat menyelenggarakan acara reunian.
Lain halnya dengan masyarakat Madura. Lebaran Idul Adha justru mereka rayakan lebih meriah daripada Idul Fitri. Pada saat Lebaran Idul Fitri pada umumnya orang-orang Madura yang merantau tidak melakukan mudik seperti halnya perantau-perantau dari daerah lain. Orang-orang Madura perantauan pulang kampung pada saat Hari Raya Idul Adha.
Di Lombok pun demikian. Ada tradisi unik yang dilakukan masyarakat Lombok. Meskipun mereka juga merayakan Lebaran Idul Fitri dengan melakukan silaturahmi dan maaf-maafan dengan sanak kerabat di hari H dan sesudahnya, tujuh hari kemudian mereka merayakan lagi dengan meriah. Hari itu bertepatan dengan Lebaran Ketupat atau Lebaran Topat.
Pada lebaran topat seperti hari Rabu (07/09/2011) kemarin, masyarakat Lombok merayakannya dengan cara pergi bertamasya ke pantai-pantai yang ada di sekitar Kota Mataram dan wilayah Pantai Senggigi. Biasanya mereka berbondong-bondong memenuhi Pantai Tanjung Karang di sekitar tempat wisata Loang Balok (makam keramat yang terdapat di dalam pohon beringin), Pantai Ampenan (bekas Pelabuhan Ampenan dan sekitarnya), sampai dengan wilayah Pantai Senggigi.
Kalau bertepatan dengan Lebaran Topat ini, jalan menuju Kawasan Senggigi mendadak menjadi macet karena masyarakt berbondong-bondong menuju pantai terkenal itu. Itu terjadi karena yang datang ke kawasan-kawasan itu dari seantero Lombok. Kendaraan roda dua dan berbagai jenis memadati satu-satunya akses ke kawasan Pantai Senggigi dari arah Kota Mataram dan bagian lain wilayah pulau yang dijuluki dengan Pulau Seribu Masjid itu. Sayang sekali aku tidak dapat mengambil foto situasi di kawasan Pantai Senggigi dan Pantai Tanjung Karang karena takut kejebak macet.
Selain itu, kantor-kantor pun menjadi sepi karena banyak pegawai yang meliburkan diri dan ini didukung oleh permakluman yang diberikan masing-masing kantor, terutama instansi pemerintah. Bahkan kabarnya sempat dijadikan libur daerah.
Di pantai orang yang tumpah ruah itu melakukan aktivitas jamaknya orang sedang pergi bertamasya. Menggelar tikar dan makan bersama bekal yang sudah disiapkan dari rumah atau berenangan rame-rame di pantai. Singkat kata, mereka meluapkan kegembiraan hari itu bersama keluarga dan kerabat atau dengan kawan-kawan sebaya.
Lalu, mengapa ada Lebaran Ketupat yang pada umumnya dilaksanakan seminggu setelah Idul Fitri. Barangkali itu berkaitan dengan puasa sunnah selama enam hari di bulan Syawal (kecuali tanggal 1 Syawal yang diharamkan berpuasa) setelah puasa Ramadhan. *) Kalimat sebelumnya menggunakan kata “barangkali” karena puasa sunnah di bulan Syawal tidak harus dilakukan beruturut-turut selama enam hari setelah tanggal 1 Syawal.
Tradisi di Jawa dan daerah-daerah lain di Indonesia mungkin mencari afdolnya sehingga dilakukan enam hari di awal bulan Syawal, yakni berturut-turut sejak tanggal 2 bulan itu selama enam hari. Lebaran ketupat itu dipakai sebagi simbol berakhirnya puasa sunnah itu. Oleh karenanya, hari kedelapan di bulan Syawal itu dikatakan juga sebagai lebaran kedua yang ditandai dengan ketupat dan segala lauk-pauknya.
“Lebaran kedua” itu oleh masyarakat Lombok dirayakan dengan bertamasya ke pantai. Di Pantai mereka bergembira dan makan bersama-sama bekal yang dibawa dari rumah. Mungkin dulu-dulunya yang dibawa adalah ketupat dan lauk-pauknya. Di jaman sekarang tentu makanan-makanan kemasan yang lebih dipilih untuk dibawa untuk alasan kepraktisan.
Itulah sekelumit cerita tentang tradisi merayakan Lebaran Topat di Lombok. Tradisi turun-temurun yang entah kapan itu dimulai yang mewarnai rona-rona kebudayaan nusantara. Sementara di daerah lain tradisi lebaran ketupat semakin mengalami pergeseran karena sekarang-sekarang ini biasanya ketupat dan lauk-pauknya disajikan di hari H sanmpai hari kedua Lebaran Idul Fitri, di Pulau Lombok orang masih merayakannya dengan meriah.

membedakan bahasa Indonesia pada tataran secara ilmiah dan non ilmiah



Pemanfaatan Bahasa Pada Tataran Ilmiah

Pada dasarnya bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang telah digunakan dari kita kecil dan oleh semua aspek masyarakat Indonesia, mulai dari bentuk lisan maupun tulisan. Dari segi tulisan, pemanfaatan bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu ilmiah, semi ilmiah dan non ilmiah. Tapi tidak lepas juga dalam ejaan ataupun kesalah dalam penulisan sebuah karya ilmiah, seharusnya dalam sebuah penulisan ilmiah harus mengikuti aturan atau tata cara yang ada. Agar penulisan yang disampaikan berkesan berisi dan mempunyai bobotnya, dan kata-katannya pun sopan, jelas dan bisa cepat dimegerti pembaca. Berikut adalah contoh wacana ilmiah :

Mengenal Diri Sendiri

Kunci proses pengembangan diri adalah mengenal diri sendiri. Ini tidak hanya berlaku bagi keberhasilan di bidang karier, melainkan juga di berbagai bidang kehidupan lainnya, termasuk keluarga, sosial masyarakat, dan spiritual. Dengan mengenal diri sendiri, seseorang mengetahui apa yang mesti jadi tujuan hidupnya. Ia menyadari kemampuan dan bakat-bakatnya serta tahu bagaimana menggunakannya demi mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian ia lebih mampu menemukan makna dan kepenuhan dari hidupnya.

1. Jawablah dengan jujur, apakah anda benar-benar mengenal diri anda sendiri ?

Ada banyak metode mengenal diri. Salah satunya adalah dengan mengisi kuisioner. Apa pun bentuk metode yang dipilih, tuntutan dasarnya adalah seseorang harus jujur pada dirinya sendiri. Ambil contoh ringan, banyak orang tidak jujur saat mengisi kuisioner mengenai dirinya, terlebih lagi bila hasil kuisioner tersebut dinilai oleh pihak lain. Mereka mengira dengan menulis jawaban yang ideal, mereka akan mendapatkan hasil penilaian yang baik, padahal mereka sedang membohongi diri mereka sendiri, yang justru mengagalkan proses pengembangan diri. Penyebab utamanya adalah karena banyak orang bersikap untuk memenuhi harapan orang lain. Ketidakjujuran dan ketidakmampuan untuk bersikap apa adanya membuat mereka tidak menjadi diri mereka sendiri.

2. Apakah anda jujur pada diri anda sendiri ?

Seringkali menjadi jujur pada diri sendiri terasa menyakitkan. Banyak orang merasa mandek dalam kariernya. Mereka menganggap orang lain dan lingkungan sebagai sumber kegagalan. Mereka mengingkari bahwa penyebabnya justru berasal dari dalam diri mereka sendiri. Di lain pihak, seringkali pula orang tidak mampu jujur pada diri sendiri karena salah dalam memahami keberhasilan yang sedang diraihnya. Banyak orang berhasil lalu mengira mampu melakukan apa saja. Mereka mengembangkan kedua belah lengannya lebar-lebar dan menyangka akan berhasil di semua hal. Mereka tak mau mengakui bahwa ada batas-batas yang tak mungkin dilalui. Jujur pada diri sendiri adalah bersedia untuk menerima segala sesuatu apa adanya. Mengenali diri sendiri adalah belajar untuk menilai dan memahami diri sendiri dengan pikiran jernih tanpa dibebani dengan prasangka, harapan, ketakutan dan perasaan-perasaan lain.

3. Maukah anda memaafkan segala sesuatu yang telah terjadi, dan menerima sebagaimana adanya dengan hati lapang ?
 
Mengenal diri sendiri bukan sekedar mengenal nama, alamat, usia, dan apa-apa yang tercantum dalam curiculum vitae. Mengenal diri sendiri adalah proses dan hubungan timbal balik antara seseorang dengan dirinya sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, orang terbiasa untuk berhubungan dengan orang lain. Mereka mengembangkan berbagai cara komunikasi efektif dengan orang lain demi tercapainya tujuan. Demikian pula halnya dengan belajar mengenal diri sendiri, seseorang harus mengembangkan bentuk komunikasi timbal balik yang baik dengan dirinya sendiri. Mereka harus menumbuhkan kemampuan untuk melihat dan mendengar apa yang dikatakan oleh dirinya sendiri agar mampu memahaminya dengan baik. Proses ini adalah ketrampilan yang harus diasah terus-menerus. Pada awalnya selalu terasa berat, karena sebelum bertindak seseorang harus mengkomunikasikannya terlebih dahulu dengan dirinya sendiri, “apakah ini adalah sesuatu yang sesuai dengan diri saya? apakah ini benar-benar menjadi keinginan diri saya?” Dengan kata lain proses mengenal diri sendiri adalah proses membangkitkan kesadaran diri. Dan, bagian terberat dalam proses ini adalah belajar untuk disiplin.

4. Apakah anda sanggup melakukan disiplin diri ?

Salah satu bentuk disiplin yang menuntun pada pengenalan diri adalah mengamati diri secara cermat – mengamati setiap perasaan, pikiran, harapan, keinginan, kegembiraan dan lain-lain yang terjadi dalam diri sendiri. Para spiritualis biasa melakukan ini dengan bermeditasi, khusyu’, mengheningkan cipta, atau berbagai istilah lain. Pengamatan ini menumbuhkan kesadaran yang lebih tenang, yang mampu melihat secara jernih pikiran dan perasaan yang sedang terjadi, kemampuan, bakat dan ketrampilan yang dimiliki, kekuatan dan kesempatan untuk menggunakan semua pikiran, perasaan, kemampuan, bakat dan ketrampilan itu untuk sebaik-baiknya kehidupan karier. Pengamatan diri ini dapat dilakukan di setiap saat sembari melakukan kegiatan sehari-hari. Justru dalam kegiatan sehari-hari itulah seseorang berkesempatan untuk menyadari betapa banyak gejolak pikiran, perasaan yang muncul silih berganti.

5. Apakah anda bersedia menjadi diri anda sendiri ?

Banyak orang mengaburkan arti menjadi “diri sendiri” dengan “semaunya sendiri”.  Menjadi diri sendiri melalui proses mengenal diri adalah menumbuhkan pengendalian diri karena dalam mengembangkan dirinya seseorang harus senantiasa berjalan pada potensi-potensi yang dianugerahkan padanya. Selain itu, banyak orang menjadi apa yang dikatakan orang lain dan menganggapnya itu sesuai dengan dirinya. Yang perlu disadari adalah bahwa setiap orang itu berbeda dan unik. Tak ada orang yang sama. Mereka dianugerahi kemampuan, potensi dan bakat yang berbeda-beda.Tugas manusia adalah menggunakan semua itu untuk kemajuan kehidupan ini. Tujuan mengenal diri untuk pengembangan karir adalah mengenal apa potensi-potensi, bakat-bakat, kemampuan dan ketrampilan yang ada pada diri agar bisa digunakan untuk kemajuan karir. Selain itu, mengenal diri akan menumbuhkan kesadaran dan pengendalian diri, suatu bentuk pengembangan emosi dan spiritual yang dibutuhkan untuk mengiringi langkah kemajuan karir.


Pemanfaatan Pada Tataran Non Ilmiah

Non Ilmiah (Fiksi) adalah Satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot, konflik, klimaks, setting dsb. Berikut contohnya :

Asal Mula Rumah Siput
Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana… Pertama kali siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon .
Malam terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang tempat siput tinggal. Tetapi ketika musim Hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi menghalangi air hujan yang jatuh,.. siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.
Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok untukku, gumam siput dalam hati.
Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk ,, tok..tok…tok…burung pelatuk terus mematuk batang pohon tempat rumah siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur,
Dengan hati jengkel, siput turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah, kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan memutuskan untuk tinggal di dalamnya, tetapi ketika malam datang, tikus-tikus datang menggali dari segala arah merusak rumah siput. Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari rumah baru….
Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang. Sela-sela batu karang dapat menjadi rumahku !!! siput bersorak senang, aku bisa berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak aka nada burung pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan mampu menggali lubang menembus ke batu ini.
Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan naik sampai ke atas batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru. Ketika berjalan meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya cantik dan sangat ringan….
Karena lelah dan kedinginan, Siput masuk ke dalam cangkang itu , merasa hangat dan nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.
Ketika pagi datang, Siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik baginya. Cangkang ini sangat cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi, tidak ada yang akan menggangguku, …. aku akan membawa rumah ini bersamaku ke manapun aku pergi.

Mencari Kesalahan Kata


Mengayuh sepeda sambil menyimpan listrik. Itulah konsep yang diusung Gustinov Brilliant. Selain menyehatkan, sepeda juga ternyata bisa menghasilkan energi listrik dan bisa disimpan untuk digunakan sewaktu-waktu. Berkat ide ini, Brilliant memenangkan E-Idea Competition yang diadakan British Council dan berhak mewakili Indonesia dalam E-Idea Regional Training yang dihadiri pemenang E-Idea dari 7 Negara. Proyeknya bernama "Eco Bike sepeda listrik sebagai alat transportasi multifungsi yang ramah llingkungan". Eco Bike adalah proyek modifikasi sederhana dari sepeda listrik konvensional yang prinsip kerjanya hanya menghabiskan tenaga baterai hasil charging dari listrik PLN ke tenaga gerak. Jika tenaga baterai telah habis maka pemilik sepeda listrik harus men-charge ulang selama 6-7 jam. Selain dapat digunakan sebagai alat transportasi sepeda ini juga dapat menghasilkan listrik 220V dengan daya 1000 W dan dapat ditambah hingga daya 2500 W. "Saya juga menambahkan fitur lampu emergensi yang berupa soket lampu neon model tabung dengan kapasitas 10-40W yang dapat menyala lebih kurang 40 jam. Eco Bike mempunyai system dual charging yang artinya tenaga baterai dapat diisi ulang dengan 2 cara yaitu menggunakan charger listrik PLN maupun dengan kayuhan," jelas Brilliant dalam wawancara via email dengan KOMPAS.com, Sabtu (29.10.2011). Eco Bike lahir dari bencana gempa Jogja tahun 2006. Saat itu, aliran listrik padam hingga seminggu, terutama di daerah Tarudan, Bangun Harjo, Sewon, Bantul. Pada saat itu Brilliant berpikir untuk membuat generator listrik karena dapat digunakan sebagai alat penerangan. Maka dipilihlah tenaga kayuhan sepeda untuk menghasilkan listrik. Eco Bike juga lahir dikarenakan semakin mahalnya harga BBM yang sangat diperlukan dalam transportasi sehari-hari. Selain itu, sektor transportasi juga banyak menyumbang polusi CO2 yang berakibat bagi global warming dan climate change. Brilliant lantas membuat prototype Eco Bike Tinova 1.0 selama 30 hari efektif. "Saya membuat prototype seorang diri, namun jika memerlukan bantuan ada 2 orang teman tenaga lepas dari luar proyek yang dapat saya pekerjakan," ungkapnya. Brilliant mengaku, untuk membuat Eco Bike hanya diperlukan alat-alat perbengkelan yang dapat dibeli dari toko alat teknik, yang dikombinasikan dengan kreativitas. Kesulitan utama adalah bagaimana cara memperoleh bahan baku utama yang berupa motor listrik dengan harga yang murah, sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan. "Tujuan awal saya yaitu dapat diproduksi secara massal sehingga mampu menekan biaya produksi yang berimbas langsung pada harga jual yang murah. Dari segi dana, pada awal proyek saya juga mengalami kendala dikarenakan saya menggunakan dana pribadi yang saya peroleh dari kerja sampingan saya dari bidang furniture dan dibantu dari dana pribadi rekening keluarga," ungkapnya. Dalam perkembangannya, proyek Eco Bike menjadi motivasi bisnis untuk menghidupi keluarga di masa mendatang. Brilliant berpikir bagaimana menciptakan bisnis yang dapat dijalankan untuk 10 hingga 20 tahun ke depan sembari memberi dampak positif terhadap lingkungan. "Saya memulai melakukan percobaan dan mengalami berbagai kegagalan semenjak akhir 2010 dan mulai mendapat titik terang pada bulan April 2011," kenangnya. Setelah memenangkan E-Idea, ia mendapatkan seed found dari British Council sebagai pemenang kategori transportasi start up. Dana tersebut cukup untuk membangun bengkel kerja serta persiapan untuk memproduksi 3 hingga 4 prototipe. "Saya juga memperoleh pelatihan tentang bagaimana mempersiapkan bisnis model dari usaha yang akan dijalankan. British Council juga mempersiapkan coaching sebagi langkah lanjutan untuk mem-follow up para pemenang E-idea serta tetap mempromosikan ide dari para finalis,"jelasnya. Ke depan, ia ingin membuat perusahaan sepeda listrik yang diberi nama Eco Bike Inc dan mampu memproduksi dan memasarkan sepeda listrik multifungsi ke seluruh penjuru dunia pada tahun 2014. "Saya sangat senang jika ada perusahan rekanan maupun investor yang tertarik untuk mengembangkan Eco Bike beserta variannya sehingga mampu mempercepat misi utama, yaitu agar semua rakyat Indonesia memiliki minimal 1 Eco Bike dimasing-masing garasi mereka," tutup Brilliant.

Salah diksi : juga ternyata
Perbaikan : ternyata juga
Analisis : kesalahan urutan kata, sehingga menjadi kurang jelas maksudnya

Salah diksi : men-charge
Perbaikan : mengisi ulang
Analisis : istilah dalam bahasa latin tidak bisa diberikan imbuhan dan diganti dengan kata dalam bahasa Indonesia

Salah diksi : kreativ
Perbaikan : kreatif
Analisis : kreativ adalah kata yang tidak baku dan tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Salah diksi : mem-follow up
Perbaikan : menindak lanjuti
Analisis : istilah dalam bahasa latin tidak bisa diberikan imbuhan dan diganti dengan kata dalam bahasa Indonesia

Kesalahan dan Perbaikan :

Kesalahan : sepeda juga ternyata bisa menghasilkan energi listrik dan bisa disimpan untuk digunakan sewaktu-waktu.
Perbaikan : sepeda ternyata juga bisa menghasilkan energi listrik dan bisa disimpan untuk digunakan sewaktu-waktu.

Kesalahan : Jika tenaga baterai telah habis maka pemilik sepeda listrik harus men-charge ulang selama 6-7 jam.
Perbaikan : Jika tenaga baterai telah habis maka pemilik sepeda listrik harus mengisi ulang selama 6-7 jam.

Kesalahan : Brilliant mengaku, untuk membuat Eco Bike hanya diperlukan alat-alat perbengkelan yang dapat dibeli dari toko alat teknik, yang dikombinasikan dengan kreativitas.
Perbaikan : Brilliant mengaku, untuk membuat Eco Bike hanya diperlukan alat-alat perbengkelan yang dapat dibeli dari toko alat teknik, yang dikombinasikan dengan kreatifitas.

Kesalahan : British Council juga mempersiapkan coaching sebagi langkah lanjutan untuk mem-follow up para pemenang E-idea serta tetap mempromosikan ide dari para finalis,"jelasnya.
Perbaikan : British Council juga mempersiapkan coaching sebagi langkah lanjutan untuk menindak lanjuti para pemenang E-idea serta tetap mempromosikan ide dari para finalis,"jelasnya.