1.1 Latar Belakang
Disadari atau tidak,
penggunaan bahasa akan berubah sesuai dengan kebutuhan penuturnya.
Sebagai contoh,
bahasa yang digunakan saat seseorang berpidato atau berceramah dalam sebuah
seminar
akan berbeda dengan
bahasa yang digunakannya saat mengobrol atau bercengkrama dengan keluarganya.
Bahasa itu akan
berubah lagi saat ia menawar atau membeli sayuran di pasar. Kesesuaian antara
bahasa dan
pemakaiannya ini
disebut ragam bahasa. Dalam penggunaan bahasa (Indonesia) dikenal
berbagai macam
ragam bahasa dengan
pembagiannya masing-masing, seperti ragam formal-semi formal-nonformal;
ujarantulisan;
jurnalistik; iklan;
populer dan ilmiah.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2001) dijelaskan bahwa ilmiah adalah bersifat ilmu;
secara ilmu
pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Dari pengertian
tersebut dapat
disimpulkan bahwa
karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang bersifat keilmuan. Sifat keilmuan
ini terlihat
pula dalam penggunaan
bahasanya. Ragam bahasa yang digunakan dalam sebuah karya tulis ilmiah adalah
ragam bahasa
ilmiah.Ragam bahasa ilmiah merupakan bahasa dalam dunia pendidikan. Karena
penutur
ragam bahasa ini
adalah orang yang berpendidikan, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang
dipelajari
di sekolah/institusi
pendidikan. Ragam bahasa ini dikenal pula dengan istilah ragam bahasa
baku/standar.
Menurut Hasan Alwi
dkk. (2003: 13—14), ragam bahasa ini memiliki dua ciri, yaitu kemantapan
dinamis
dan kecendikiawan.
Kemantapan dinamis berarti aturan dalam ragam bahasa ini telah berlaku dengan
mantap, tetapi bahasa
ini tetap terbuka terhadap perubahan (terutama dalam kosakata dan istilah).
Ciri
kecendikiawan
terlihat dalam penataan penggunaan bahasa secara teratur, logis, dan masuk
akal. Ragam
bahasa ini bersifat
kaku dan terikat pada aturan-aturan bahasa yang berlaku.
Sebagai bahasa baku,
terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam penggunaan ragam
bahasa ilmiah. Standar
tersebut meliputi penggunaan tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia baku. Tata
bahasa Indonesia yang
baku meliputi penggunaan kata, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah
baku. Kaidah tata
bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan
aturan
berbahasa yang
ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia. Sementara itu, kaidah ejaan bahasa
Indonesia yang
baku adalah kaidah
ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sesuai dengan ragam bahasanya,
aturanaturan
ini mengikat penggunaan
bahasa dalam karya tulis ilmiah.
* Pegawai
Pada PDII-LIPI
Karya tulis ilmiah
terbagi menjadi enam jenis, yaitu skripsi, tesis, disertasi (tugas akhir dalam
pendidikan tinggi);
laporan penelitian; makalah seminar; artikel ilmiah; makalah; dan laporan
eksekutif.
Pembahasan karya
tulis ilmiah dalam tulisan ini akan difokuskan pada artikel ilmiah. Pemilihan
ini
dilakukan dengan
dasar pemikiran artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal/ majalah ilmiah
merupakan
salah satu bentuk
karya tulis ilmiah yang sudah dipublikasikan.
1.2
Rumusan Masalah
Penggunaan bahasa
ilmiah diikuti dengan tuntutan mengikuti kaidah tata bahasa dan ejaan bahasa
Indonesia yang baku.
Namun, ada pula penulis artikel ilmiah yang menggunakan susunan kalimat kurang
baku Ada dua rumusan
masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Rumusan masalah tersebut adalah
bagaimana ciri
penggunaan bahasa ilmiah yang baik? Bagaimana implementasi penggunaan tata
bahasa
Indonesia pada
artikel ilmiah?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dalam
penulisan ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri bahasa ilmiah dalam karya tulis
ilmiah, khususnya
artikel ilmiah, serta melihat implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia
dalam
artikel ilmiah.
Tulisan ini diharapkan dapat membantu memberi gambaran mengenai bahasa ilmiah.
Analisis ini dapat
digunakan sebagai acuan para penulis artikel untuk menulis dengan menggunakan
tata
bahasa yang baku.
1.4
Metode
Analisis penggunaan
tata bahasa dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan analisis
pustaka dan observasi
terhadap penggunaan bahasa dalam majalah-majalah ilmiah. Sebagai alat bantu
untuk mendeskripsikan
bahasa ilmiah, digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan
berbahasa yang
ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia, Ejaan
Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, dan Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Implementasi penggunaan
bahasa dalam artikel
ilmiah dilihat secara acak dalam beberapa artikel ilmiah berbahasa Indonesia.
Pembahasan mengenai
penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah ini dibagi dalam tujuh bagian.
Bagian pertama,
pendahuluan, menjelaskan dasar pemikiran tulisan ini secara sederhana.
Bagian-bagian
selanjutnya,
menjelaskan penggunaan ragam bahasa ilmiah tersebut secara spesifik yaitu
format penulisan,
pilihan kata, kalimat
efektif, kesatuan wacana, dan pedoman penulisan (ejaan). Sebagai penutup,
disajikan
pula kesimpulan
singkat.
Format
Penulisan
Artikel
ilmiah merupakan tulisan ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Setiap jurnal
memiliki syarat
penyajian tulisan yang berbeda-beda. Walaupun begitu, unsur-unsur tulisan yang
biasa
dapat ditemui adalah
abstrak, kata kunci, pendahuluan (latar belakang, tujuan, masalah penelitian,
dan
metode penelitian),
batang tubuh (hasil dan pembahasan penelitian), dan kesimpulan. Karena
keterbatasan
tempat dalam jurnal
ilmiah, pembatasan jumlah halaman dalam artikel ilmiah berlaku ketat.
Tiap bidang ilmu
mempunyai konvensi naskah yang berbeda-beda. Namun secara umum, pembagian dalam
sebuah kerangka
pikiran (tulisan maupun ujaran) terdiri atas pendahuluan, isi, dan penutup.
Setiap bagian
tersebut berkaitan
satu sama lain sehingga membangun satu kepaduan yang utuh.
Secara tradisional,
bidang ilmu dibagi menjadi ilmu alam dan sosial. Jika diperhatikan, ada
perbedaan format
penulisan pada karya tulis ilmiah dua bidang ilmu ini. Ilmu alam menggunakan
alam
sebagai objek
penelitiannya. Dalam penulisan karya tulis ilmiah bidang ilmu alam,
langkah-langkah
penelitian
dicantumkan secara terperinci sehingga keteraturan/ urutan penulisan terlihat
secara eksplisit.
Berbeda dengan ilmu
alam, ilmu sosial menggunakan perilaku manusia sebagai objek penelitiannya.
Oleh
karena itu, dalam
karya tulis ilmiah bidang sosial, pembahasan penelitian disajikan dalam bentuk
penggambaran
(deskriptif).
Pilihan
Kata (Diksi)
Pilihan kata atau
diksi dalam sebuah karya tulis ilmiah akan mempengaruhi kesan dan makna yang
ditimbulkan. Hal ini
merupakan salah satu unsur dalam artikel ilmiah. Pemilihan kata dalam satu
ragam
bahasa berkaitan
dengan ketepatan pemilihan kata dan kesesuaian pemilihan kata.
Menurut Gorys Keraf
(2005: 87), ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan menggunakan kata secara
tepat yang berarti
menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Sementara itu,
kesesuaian
pemilihan kata
berkaitan dengan suasana dan lingkungan berbahasa. Dalam artikel ilmiah,
suasana dan
lingkungan bahasa
yang digunakan adalah formal dengan bahasa standar/baku. Dalam makalah ini, dibahas
beberapa hal yang
berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pemilihan kata dalam artikel ilmiah,
yaitu:
1. Sinonim
a. air kencing—air
pipis—air seni—urin
Air
kencing adik berwarna keruh.
Air
pipis adik berwarna keruh.
Air
seni adik berwarna keruh.
Urin
adik berwarna keruh.
Sinonim merujuk pada
kata-kata dengan makna yang (hampir) serupa. Pada contoh penggunaan
sinonim di atas,
bahasa yang standar (baku) adalah air seni dan atau urin (dalam bidang
kedokteran).
b. mengemukakan—mengatakan—menyuarakan.
Ia mengemukakan pendapatnya.
Ia mengatakan pendapatnya.
Ia menyuarakan pendapatnya.
Untuk menhindari
kebosanan karena menggunakan kata yang itu-itu saja, dapat dipilih sinonim
yang penggunaannya
tepat (sesuai konteks)
2. Kata umum—kata
khusus
Kendaraan—Kendaraan
bermotor—Kendaraan (bermotor) umum—Angkot
a. Penelitian
terhadap gas yang dihasilkan kendaraan dianggap berhasil.
b. Penelitian
terhadap gas yang dihasilkan kendaraan bermotor dianggap berhasil.
c. Penelitian
terhadap gas yang dihasilkan kendaraan umum dianggap berhasil.
d. Penelitian
terhadap gas yang dihasilkan angkot dianggap berhasil.
Setiap kata yang
digunakan pada kalimat-kalimat di atas, semakin lama semakin khusus. Hal ini
terlihat dari semakin
khusus (sempit) makna yang digunakan pada kata-kata di atas (sesuai urutannya).
Kata yang semakin
sempit tujuannya itulah yang disebut dengan kata khusus.
3. Kata indria
Kata indria merupakan
kata yang menunjukkan perasaan/ pengalaman dengan pancaindra, seperti
panas, manis, keras,
apak, desing, dan mengilat. Penggunaan kata-kata indria ini dapat saling
tumpang
tindih. Gejala
seperti ini disebut dengan sinestesia. Perhatikan contoh berikut.
a. Ibu membuat teh manis.
b. Gadis itu manis
sekali.
4. Kelangsungan
pilihan kata
Kelangsungan pilihan
kata berkaitan kata demi kata yang dipilih sehingga dapat menyampaikan
gagasan secara tepat,
efektif, dan efisien. Hal ini menyangkut penghamburan kata, ambiguitas makna,
kesalahan ejaan, dsb.
Perhatikan contoh-contoh berikut:
SALAH
BENAR
Praktek Praktik
Analisa Analisis
Merubah Mengubah
Multi media
Multimedia
Dia punya nama
Namanya
Banyak para ibu
Banyak ibu/para ibu
5. Istilah dan jargon
Istilah adalah kata
atau gabungan kata yang secara cermat mengungkapkan makna konsep, proses,
keadaan, atau sifat yang
khas dalam bidang ilmu tertentu. Sementara itu, jargon adalah kata-kata teknis
atau rahasia dalam
suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia,
atau
kelompok-kelompok
khusus lainnya (Keraf, 2005: 107). Antara istilah dan jargon, terdapat
ketumpangtindihan
makna. Pada dasarnya, jargon merupakan bahasa atau kata yang khusus sekali.
6. Kata populer dan
ilmiah
Kata populer adalah
kata yang lazim digunakan oleh masyarakat luas dalam kegiatan sehari-hari.
Kata ini tentu
berbeda dengan kata ilmiah yang merujuk pada bahasa ilmiah. Untuk lebih
jelasnya,
perhatikan contoh
berikut:.
a. orang sakit—pasien
(kata populer—kata ilmiah)
b. pecahan—fraksi
(kata populer—kata ilmiah)
c. kolot—konservatif
(kata populer—kata ilmiah)
7. Kata slang
Kata slang adalah
kata yang digunakan pada ragam percakapan yang khas. Misalnya, bahasa gaul.
Bahasa seperti ini
tidak bisa digunakan dalam karya tulis ilmiah karena merupakan bahasa
nonstandar.
8. Idiom
Idiom adalah
pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum,
biasanya
berbentuk frase,
sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal dengan
bertumpu
pada makna-makna yang
membentuknya (Keraf, 2005: 109) Contohnya, makan garam, banting tulang.
Selain itu, dalam
menulis karya tulis ilmiah perhatikan pula penggunaan kata depan yang
dilekatkan secara
idiomatis pada kata
kerja tertentu, seperti berbahaya bagi, selaras dengan, terdiri atas.
Kalimat
Efektif
Kalimat efektif
adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/ penulisnya dengan baik
sehingga pendengar/
pembaca akan menangkap gagasan di balik kalimat tersebut dengan tepat. Karena
tujuan seseorang
menulis adalah mengkomunikasikan gagasan yang dimilikinya, kalimat efektif
merupakan
sarana yang tepat
untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam kegiatan menulis, populer maupun ilmiah,
laporan maupun
artikel, kalimat yang digunakan berupa kalimat efektif. Menurut Gorys Keraf
(1993)
syarat-syarat kalimat
efektif adalah sebagai berikut.
1. Kesatuan Gagasan
Kesatuan gagasan
mengacu pada bagaimana perilaku fungsi-fungsi kalimat dalam satu kalimat.
Syarat utama untuk
membentuk sebuah kalimat lengkap adalah adanya fungsi subjek dan predikat. Jika
dirasa perlu,
fungsi-fungsi ini dapat ditambahkan dan diperluas dengan fungsi lainnya.
Contoh:
a. Pada pembiayaan
mudhabarah tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya.
Kalimat di atas tidak
menunjukkan kesatuan gagasan karena subjek dalam kalimat di atas tidak ada.
Siapakah yang tidak
berpartisipasi dalam manejemen bisnis yang dibiayainya? Mengacu kepada
siapakah partikel –nya
pada kata dibiayainya? Bandingkan dengan kalimat berikut. Pada
pembiayaan
mudhabarah,
konsumen tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya.
b. Karena asam amino
ini merupakan faktor pembatas pada pakan nabati.
Kata karena merupakan
konjungsi yang menunjukkan hubungan alasan/sebab. Konjungsi ini berfungsi
menghubungkan anak
kalimat (alasan/sebab) dengan induk kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat.
Pada kalimat di atas,
penyebab (induk kalimat) tidak nampak.
2. Koherensi yang
baik dan kompak.
Koherensi yang baik
dan kompak mengacu pada hubungan antarunsur pembentuk kalimat. Dalam hal
ini, urutan kata
menjadi hal yang perlu diperhatikan. Perhatikan contoh berikut:
a. Tes tersebut
dibuat oleh guru bidang studi yang berjumlah 25 item.
b. Tes yang berjumlah
25 item tersebut dibuat oleh guru bidang studi.
3. Penekanan
Dalam sebuah kalimat,
umumnya terdapat satu hal/topik yang ingin ditekankan. Melalui beberapa cara,
penekanan tersebut
akan terasa nyata. Coba perhatikan contoh berikut ini.
a. Beberapa daerah
sudah mencapai TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrasepsi yang
cukup tinggi.
b. TFR kurang dari
dua dan angka prevelensi kontrsepsi yang cukup tinggi sudah dicapai beberapa
daerah.
c. Beberapa daerah
pun sudah mencapai kurang dari dua angka prevelensi kontrasepsi yang cukup
tinggi.
Dari contoh di atas,
terlihat cara untuk memberi penekanan adalah meletakkan topik di awal kalimat
atau menggunakan
partikel penekan (pun). Selain cara di atas, dapat pula digunakan pertentangan
atau
repetisi
(pengulangan).
4. Variasi
Untuk menghindari
kebosanan karena menggunakan kata atau pola kalimat yang itu-itu saja,
digunakan variasi.
Dalam kosakata, variasi berkaitan erat dengan sinonim. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan kembali
pembahasan mengenai pilihan kata (sinonim).
5. Paralelisme
Paralelisme
menekankan pada penggunakan jenis dan pola yang sama dalam kalimat.
Fungsi-fungsi
dalam satu kalimat
terbentuk dari pola yang sama. Misalnya, jika dalam sebuah kalimat terdapat
predikat lebih dari
satu, imbuhan dalam predikat-predikat tersebut sama. Perhatikan kalimat-kalimat
berikut.
a. Fungsi enzim di
antaranya adalah membantu proses metabolisme dan dapat digunakan mencegah
infeksi.
b. Fungsi enzim di
antaranya adalah membantu proses metabolisme dan mencegah infeksi.
6. Penalaran atau
Logika
Salah satu ciri
bahasa ilmiah adalah logis. Hal ini berarti pernyataan dalam kalimat yang
digunakan dalam karya
tulis ilmiah sesuai dengan logika. Perhatikan contoh berikut.
a. Secara umum,
pendekatan kultural lebih optimis daripada kedua pendekatan sebelumnya...
Pertanyaan yang
muncul dari kalimat di atas adalah, siapa yang merasa lebih optimis?
Apakah
mungkin, sebuah
pendekatan (dalam hal ini pendekatan kultural) dapat merasakan
optimisme?
Perasaan (optimis)
tentunya dapat dirasakan oleh manusia, bukan pendekatan.
Selain syarat di
atas, ada pula satu hal lagi yang perlu diperhatikan, yaitu panjang kalimat.
Logikanya,
semakin kompleks dan
panjang kalimat, maka semakin sulit pula kalimat tersebut dipahami.
Perhatikan kalimat
berikut.
Salah
satu sistem yang sangat mungkin dikembangkan di Indonesia yang mayoritas
penduduknya
beragama
islam adalah dengan mengoptimalkan fungsi zakat, di antaranya dengan
menciptakan
akumulasi
modal yang diharapkan dapat menciptakan dunia usaha baru, terutama pada sektor
ekonomi
kerakyatan dalam bentuk industri skala kecil sehingga dari sektor ekonomi yang
dibentuk
akan
dapat menyerap banyak tenaga kerja yang pada akhirnya akan berdampak kepada
ekonomi
rakyat.
Dalam makalah yang
disampaikan Felicia N. Utorodewo dalam seminar ”Sejarah Bahasa
Melayu/Bahasa
Indonesia dalam Jurnalistik” di FIB UI disebutkan penelitian Mencher mengenai
panjang kalimat,
yaitu:
Tabel 1. Hubungan
Antara Panjang Kalimat dan Keterbacaan
Panjang
Kalimat Keterbacaan
8 kata atau kurang
Sangat mudah dipahami
11 kata Mudah
dipahami
14 kata Agak mudah
dipahami
17 kata Standar
21 kata Agak sulit
dipahami
25 kata Sulit
dipahami
29 kata atau lebih
Sangat sulit dipahami
Dalam bahasa
Indonesia belum diadakan penelitian yang dipublikasikan mengenai keefektifan
kalimat
berdasarkan jumlah
kata. Namun, penelitian di atas dapat memberikan sedikit gambaran mengenai
hubungan antara
keefektifan kalimat dan jumlah kata dalam satu kalimat. Walaupun begitu, ada
pengecualian untuk
kalimat panjang dengan pembagian yang jelas. Perhatikan pula contoh berikut:
Berdasarkan
rumusan masalah seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan studi
yang ingin
dicapai
adalah menganalisis derajat desentralisasi fiskal pada awal otonomi daerah
pemerintah kabupaten
dan
kota di Provinsi Jawa Timur; menganalisis tingkat kemandirian pemerintahan
kabupaten dan kota
pada
awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; menganalisis elasitisas Pendapat
Asli Daerah (PAD)
pada
awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; mengetahui jenjang posisi
pemerintahan kabupaten
dan
kota pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur.
Paragraf
Dalam buku Komposisi
(Keraf, 1997: 62—66) dikatakan bahwa paragraf merupakan himpunan
dari kalimat-kalimat
yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf
merupakan perluasan
pikiran dari kalimat. Pembagian paragraf berdasarkan fungsinya dalam satu
karangan
akan mempermudah
pembaca memahami struktur karangan.
Sebuah karangan yang
dalam studi kasus ini berupa artikel ilmiah minimal terdiri atas tiga
pembagian, yaitu
pendahuluan, isi, penutup. Hal ini berlaku pula dalam penulisan paragraf. Dalam
sebuah
paragraf, terdapat
kalimat pembuka, isi, dan penutup. Oleh karena itu, sebuah paragraf yang
standar
minimal terdiri atas
tiga kalimat.
Dalam sebuah
paragraf, terdapat kalimat yang menunjukkan gagasan utamanya. Kalimat tersebut
disebut kalimat
topik. Dari kalimat topik inilah sebuah paragraf kemudian dikembangkan. Dalam
mengembangkan satu
kalimat topik menjadi paragraf, perlu pula diperhatikan masalah urutan yang
logis
dan kepaduan bahasa.
Kepaduan bahasa ini akan terlihat dari penggunaan kata-kata yang merujuk pada
bagian sebelumnya
sehingga topik yang dibahas dalam sebuah paragraf tidak meluas tak terarah.
Pedoman
Penulisan
Dalam setiap bahasa,
terdapat pedoman penulisan yang perlu diperhatikan. Pedoman ini dibuat
untuk mempermudah
penggunaan dan pemahaman terhadap suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia,
terdapat dua panduan
yang dijadikan acuan, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman
Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD). KBBI merupakan
pedoman mengenai tata
cara penulisan dan
makna kata. Hal ini berbeda dengan EyD yang berisi aturan-aturan mengenai
pungtuasi
(tanda baca).
Pedoman penulisan
yang terdapat dalam KBBI dan EyD bersifat mengikat penggunanya. Makalah
ini tidak akan
membahas aturan dalam kedua pedoman tersebut satu per satu. Apabila dibutuhkan,
seorang
peneliti/penulis
tidak perlu merasa ragu atau malu untuk membuka-buka kembali kedua pedoman ini.
Apa
yang akan dibahas
dalam makalah ini hanyalah aturan-aturan yang lebih bersifat khusus.
Setiap bidang ilmu
mempunyai kekhasan dalam tata cara penulisan. Ada aturan-aturan khusus
yang berlaku mengikat
penggunanya. Berikut ini beberapa aturan khusus kebidangan
1. Penggunaan istilah
asing
Dalam buku Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003) telah dijelaskan
bahwa huruf miring
dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali
yang telah
disesuaikan ejaannya Hal ini menujukkan bahwa penggunaan kata atau ungkapan
asing
dalam artikel ataupun
karya tulis lainnya diperbolehkan. Namun, apabila kata atau ungkapan yang
digunakan tersebut
belum banyak digunakan, ada baiknya diberikan penjelasan. Dengan begitu,
pembaca tidak
bingung. Perhatikan contoh berikut:
a. Pengambilan
keputusan strategik sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai (value) atau
harapan
(expectation).
b. Investasi (pembiayaan)
2. Lambang
Ada banyak karya
tulis yang menggunakan satuan. Mien E. Rifai (1995) menyatakan, “Satuan
dasar yang dianut
secara universal memakai Satuan Sistem Internasional (biasa disingkat SI dari
Systeme
international d’unites).” Contoh SI adalah:
kilogram—kg 5 kg
meter—m 10 m
ampere—A 2 A
Penulisan satuan
tidak diawali dengan huruf kapital. Namun, jika satuan tersebut diambil dari
nama orang, penulisan
dalam bentuk singkatnya menggunakan huruf kapital. Penulisan satuan dalam
bentuk singkat tidak
menggunakan titik.
Sama seperti satuan
dasar, penulisan satuan mata uang tidak diawali dengan huruf kapital.
Namun, penulisan
satuan mata uang dalam bentuk singkat, menggunakan lambang dan huruf kapital.
Perhatikan contoh
berikut.
10.000 rupiah Rp10.000,00
80.5 dolar Amerika US$80.5
25 yenY25
catatan:
dalam bahasa Indonesia, desimal ditunjukkan dengan penggunaan
koma. Sebaliknya dalam
bahasa Inggris,
desimal ditunjukkan dengan penggunaan titik.
Lambang usur zat
(kimia) dituliskan berdasarkan aturan yang sudah berlaku internasional.
Penulisan unsur zat
dalam bahasa Indonesia tidak ditulis dalam cetak miring kecuali jika tidak
menggunakan ejaan
Indonesia. Contoh:
karbon—carbonC
kuprumCu
Selain satuan dan
lambang kimia, dalam bidang-bidang ilmu tertentu, terdapat pula rumus. Rumus
ini “bahasa”
tersendiri yang tidak boleh diubah-ubah penulisannya.
3. Penulisan nama
Latin
Dalam bidang keilmuan
tertentu, penggunaan nama Latin tidak bisa dihindarkan. Penggunaan
nama Latin akan menjelaskan
spesies makhluk hidup secara spesifik. Lalu, bagaimanakah cara
penulisannya?
Dalam Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003:21) disebutkan,
“Huruf kapital
digunakan sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.” Namun, bagaimana
dengan
unsur-unsur nama
hewan atau tumbuhan? Selain itu, disebutkan pula, “Huruf miring dalam cetakan
dipakai
untuk menuliskan nama
ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.” (2003:26)
Penjelasan lebih
lanjut mengenai penulisan nama Latin ini dijelaskan Mien A. Rifai (1995:14),
huruf
miring digunakan pada
nama ilmiah, marga, jenis, anak jenis, varietas, dan forma makhluk. Akan
tetapi,
nama ilmiah takson di
atas tingkat marga tidak ditulis dengan huruf miring. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan
contoh-contoh berikut:
Oryza
sativa Linnaeus
Oryza
sativa Linn.
Oryza
sativa merupakan nama Latin untuk padi. Sebagaimana dijelaskan pada EyD,
penulisan
nama diawali dengan
huruf kapital. Oleh karena itu, huruf O pada Oryza kapital.
Namun, berbeda dengan
tata cara penulisan
nama orang, huruf kapital hanya dipakai pada huruf pertama kata pertama. Jadi,
huruf s
pada kata sativa tidak
kapital. Huruf L pada kata Linnaeus dan Linn. mengacu pada
nama orang (penemu).
Oleh karena itu,
tidak ditulis dengan huruf miring.
Felis
domesticus strain Himalaya
Pada contoh di atas,
kata Himalaya tidak menunjuk pada penemu jenis kucing tersebut. Kata
himalaya
mengacu pada tempat/ daerah asal kucing tersebut. Petunjuk
mengenai hal itu adalah adanya kata
strain
sebelum himalaya.
Oryza
sp.
Felis
sp.
Pongo
spp.
Untuk menyingkat
penulisan nama Latin, dapat dituliskan sp. atau spp. di belakang kata pertama
nama Latin. Penulisan
sp. dan spp. ini merujuk pada spesies dan subspesies. Tata cara
penulisannya tidak
dalam cetak miring.
4.
Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Bahasa Inggris diakui
sebagai bahasa internasional. Begitu pula dalam karya tulis ilmiah. Agar
dapat mempublikasikan
hasil penelitiannya pada masyarakat luas (dalam hal ini masyarakat
internasional),
ada banyak peneliti
yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam karya tulis
ilmiahnya.
Jika karya tulis
ilmiah menggunakan bahasa pengantar Inggris (atau bahasa asing lainnya),
pedoman
dan aturan yang
digunakan sesuai dengan bahasa yang digunakan. Jadi, jika bahasa pengantar yang
digunakan adalah
bahasa Inggris, pedoman dan aturan yang digunakan adalah pedoman dan aturan
bahasa
Inggris. Oleh karena
itu, penggunaan bahasa di luar bahasa Inggris (bahasa Indonesia atau Latin)
ditulis
dalam cetak miring.
BAB III Kesimpulan
Ragam bahasa yang
digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah atau disebut
juga bahasa standar
(baku). Sebagai salah satu jenis dari karya tulis ilmiah, artikel ilmiah pun
ditulis
dengan menggunakan
ragam bahasa ilmiah. Bahasa standar ini adalah bahasa yang dipelajari dalam
institusi pendidikan.
Sebagai bahasa standar, ada aturan-aturan tata bahasa dan pedoman ejaan yang
perlu
diikuti. Standar
berbahasa yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa ini meliputi pemilihan
kata yang
tepat, kalimat
efektif, kepaduan paragraf, dan pedoman penulisan. Berdasarkan pengamatan dapat
diketahui
bahwa dalam artikel
ilmiah masih dapat ditemui penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan standar
aturan berbahasa
Indonesia. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai tersebut dapat ditemukan berupa
ketidaktepatan dalam
penggunaan/ penyusunan kata, kalimat, paragraf, dan pedoman penulisan.
Alwi, Hasan, dkk
(2003): Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Balai Pustaka.
Keraf, Gorys (1997): Komposisi:
Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores, Penerbit Nusa
Indah.
Keraf, Gorys (2005): Diksi
dan Gaya Bahasa. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (1989): Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Jakarta, Balai
Pustaka.
Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2001): Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta,
Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2003): Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang
Disempurnakan. Jakarta, Balai Pustaka.
Rifai, Mien A.
(1995): Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah
Indonesia.
Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press.
Utorodewo, Felicia N.
(2003): Bahasa Jurnalistik dalam seminar Sejarah Bahasa Melayu/Bahasa
Indonesia
dalam Jurnalistik.
Proram Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Jakarta, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar