Rabu, 23 Mei 2012

MENUAI HIKMAH TOLERANSI UNTUK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN


Islam adalah agama kebebasan dan pembebasan. Sekalipun secara literal Islam memiliki aturan yang bersifat  mengikat, namun, Islam tetap memberikan kebebasan dalam menafsirkan aturan itu, sesuai dengan konteks zamannya. Salah satu ajaran utama dalam Islam yang memiliki spirit kebebasan dan pembebasan adalah toleransi. Dalam hal ini, toleransi demi terwujudnya keharmonisan umat beragama dan semua umat manusia pada umumnya. Ya, menuai makna toleransi dalam menegakkan kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan sebuah keharusan. Terlebih jika dihadapkan dengan sejumlah fenomena-fenomena intoleransi disekeliling kita dewasa ini, keberadaannya tidak jarang menyebabkan kegentingan. Tak pelak akibat, tindakan-tindakan intoleransi; mulai dari intimidasi hingga terorisme—di Indonesia khususnya—telah menjadi laris dari sebagian kelompok atau ormas.

Perihal kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam bingkai toleransi sebetulnya Islam telah memberikan legetimasi eksplisit, seperti misalnya tertera dalam QS. Al-Kahfi [18], 29, Tuhan berfirman: “Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) hendaklah ia kafir. Sesungguhnya kami telah sediakan neraka bagi orang-orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih, yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”

Dari ayat diatas, Tuhan benar-benar hendak “menganjurkan” untuk membebaskan manusia dalam beragama dan berkeyakinan. Dalam sabda tersebut, Tuhan memberikan pilihan antara iman dan kafir. Konsekuensi dari ayat tersebut diatas,  menunjukkan bahwa manusia tidak diciptakan dalam keseragaman beragama dan berkeyakinan, melainkan dalam keberagaman sebagai sunnatullah dan manusiawi yang tak dapat dibantah oleh siapapun.
Hikmah lain yang terkandung didalamnya, bahwa ini merupakan wujud ke-Mahakuasaan Tuhan dalam berkehendak. Juga berarti, Tuhan sama sekali tidak memiliki ketergantungan terhadap makhluk-Nya (qiyamuhu binafsihi), ia berdiri sendiri dan tidak bergantung apalagi tergantung makhluk-Nya.

Dalam konteks Indonesia, kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat dijamin keberadaannya oleh konstitusi, seperti tertuang dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Berdasarkan pasal ini, (dalam konteks Indonesia) seluruh warga Indonesia dengan berbagai macam latar belakang agama, suku, ras, budaya, jenis kelamin dan sebagainya, wajib dipenuhi dan dilindungi hidup beserta hak-haknya oleh Negara. Berkait kelindan dengan pasal ini, Djohan Effendi—Cendekiawan Muslim Indonesia—berpendapat bahwa pluralitas agama (dan keyakinan) ini adalah anugerah Tuhan yang seyogyanya harus disyukuri.

Dalam pada itu, jika kemudian ada individu, kelompok, ataupun ormas yang mengklaim sebagai pihak yang paling benar, sementara yang lain salah, hanya karena ia beragama Islam ataupapun lainnya, maka sesungguhnya ia telah mengambil alih wewenang Tuhan sebagai penentu mutlak kebenaran. Dengan demikian, persoalan label sesat, kafir, dan sejenisnya oleh kelompok tertentu terhadap yang lain (yang berbeda), Imam Al-Qurtubi pun memandang bahwa ayat tadi jelas-jelas telah membuktikan, Tuhanlah satu-satunya pihak yang berwenang dalam menentukan kebenaran keberagamaan dan keyakinan seseorang.

Sementara itu, Abdul Moqsith Ghazali dalam karya masterpiece-nya Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an (2009), sebagaimana mengutip pendapatnya Jawdat Said (dalam menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 256) menyatakan bahwa, tidak ada pemaksaan dalam agama. Dengan interpretasi yang cukup logis, lanjut Moqsith, ketimbang para mufasir yang lain, Jawdat Said menguraikan yang dimaksud dengan pemaksaan (al-ikrah) adalah al-ghay (kesesatan) dan ini adalah jalan salah. Sedang yang dimaksud dengan (alla ikrah) adalah al-rusyd (kebenaran) dan inilah jalan yang benar (al-thariq al-shahih). Lebih lanjut Jawdat Said menafsir kata “thaguth” sebagai orang-orang yang memaksakan pemikiran dan keyakinannya kepada orang lain, dan membunuh karakter orang yang berbeda keyakinan dengan dirinya. Dari sini, kita dapat melihat secara jelas perbedaaan antara paksaan dan pemaksaan.

Gerakan intoleransi seperti diatas, ditengarai Zuhairi Misrawi berasal dari genderang Wahabisme, paham yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab pada abad ke 18.  Sebagaimana diketahui, gerakan Wahabisme ini mempunyai kecenderungan-kecenderungan yang bertolak belakang dengan kalangan moderat. Paham yang mengarah pada puritanisme disatu sisi, dan ekstrimisme disisi lain.

Kalangan wahabi juga mempunyai slogan kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah, secara kasat mata tidak begitu bermasalah, karena sudah menjadi sebuah keharusan umat Muslim untuk berpegang pada dua sumber otoritatif itu. Namun disisi lain, kekeliruan terbesar dalam memaknai “kembali” kepada Al-Qur’an dan sunnah versi Wahabi lah yang akan menggiring pada sebuah nalar dan sikap yang bersifat puritanistik-absolut. Dengan mengklaim hanya pendapat kelompoknya (Wahabi) yang benar, sementara pendapat kelompok lain dianggap salah, sesat, bahkan kafir.

Sikap ekslusif-absolut seperti ini pula lah yang kemudian berimplikasi  pada sikap membenci kalangan non-Muslim, dengan alibi bahwa non-Muslim adalah kelompok kafir sehingga sebagian umat Muslim melarang bergaul dengan non-Muslim ataupun dengan komunitas Islam yang berbeda mazhab (aliran), karena sebab mereka adalah penganut jalan kesesatan dan ahli neraka. Pandangan semacam ini tentu saja bukan hanya sebuah bentuk ironi melainkan pula telah bertentangan dengan Al-Qur’an itu sendiri, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ali Imran [3]: 113-114, yang berbunyi: “Mereka tidaklah sama, diantara orang-orang ahlul kitab terdapat umat yang bangun di tengah malam membaca ayat-ayat Tuhan dan mereka bersujud kepada Tuhan. Mereka beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, mengajak pada kebajikan mencegah kemungkaran, serta berlomba-lomba dalam kebaikan, dan mereka adalah orang-orang yang shaleh.” Ayat ini secara eksplisit menjelaskan bahwa, sekalipun (secara literal) tidak resmi beragama Islam, namun perilaku mereka (ahlul kitab) adalah cerminan perilaku shalih dalam Islam.

Kembali pada persoalan intoleransi di Indonesia, sebagaimana mengacu pada catatan Moderate Muslim Society (MMS) sepanjang tahun 2010, wajah intoleransi telah terjadi 81 kasus dengan berbagai karakteristiknya. Dari berbagai karakteristik wajah intoleransinya itu, ada benang merah yang dapat ditarik dan bertemu pada satu kesimpulan, yakni ketidakmampuan dan ketidakberdayaan untuk merajut dialog secara dingin dan terbuka. Kenyataan pahit ini lagi-lagi (masih menurut catatan MMS) kasus-kasus yang terkait dengan atas nama agama, dengan capaian 73% dari 81 kasus tersebut diantaranya menimpa naas kelompok Kristen dan Ahmadiyah.

Kalau sudah demikian, benarkah Islam melegitimasi intoleransi? Jika ya, apakah gunanya beragama jika hanya membuat orang lain terancam? Jika tidak, sikap apa yang perlu dibangun generasi muda Muslim serta umumnya masyarakat Indonesia? Tak bisa ditawar lagi, bahwa peran yang harus secepatnya diambil adalah toleransi sebagai bentuk sikap kaum moderat, terutama dalam mewujudkan sebuah tatanan kehidupan yang membawa rahmat bagi semesta. Sebab, sebagaimana mengutip pendapat Michael Walzer (1997) memandang toleransi sebagai keniscayaan dalam ruang individu dan ruang publik karena salah satu tujuan toleransi adalah membangun hidup damai (peacefull coeexistensi) diantara pelbagai kelompok masyarakat perbedaan latar belakang sejarah, kebudayaan, dan identitas.

Sebagaimana Walzer, Rainer Forst dalam Tolerantion and Democracy (2007), juga memberikan pandangan lanjutan yaitu toleransi dalam konteks demokrasi harus mampu membangun pengertian dan saling menghargai ditengah keragaman suku, agama, ras, dan bahasa.

Dari pandangan tokoh diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa transformasi dari intoleransi ke toleransi merupakan sebuah keniscayaan, terutama dalam membangun sebuah tatanan kehidupan dan peradaban sebuah bangsa. Meski mengambil jalan toleransi bukan hal yang mudah, namun setidaknya kita dapat memulai sedari munculnya kesadaran tentang implikasi negatif dari tindakan intoleran.

Kalau ditelusuri dari akar katanya, toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu “tolerantia”, yang berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran. Oleh karena itu Zuhairi Misrawi (2010)—sebagaimana mengutip Asyraf Abdul Wahhab—memberikan penjabaran terkait toleransi sebagai sikap untuk memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain agar menyampaikan pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda.

Sedangkan dalam bahasa Arab, toleransi sepadan dengan kata al-tasamuh, dimana toleransi merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang trans-historis dan trans ideologis, yang kedudukannya sejajar dengan pokok-pokok ajaran Islam lain seperti rahmat (kasih sayang), ‘adl (keadilan), tawazun (keseimbangan), dan lain sebagainya. Dari telaah semacam ini, umat Muslim wajib bukan hanya menyampaikan tetapi juga melaksanakan ajaran toleransi untuk diketengahkan kepada masyarakat luas. Karena bagaimanapun, Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW bukan untuk membela satu golongan tertentu atau mendiskriminasi golongan tertentu, justru hendak mempersatukan umat manusia di tengah keanekaragaman, karena keanekaragaman dan perbedaan bukan penghalang, sebaliknya akan menjadi pengokoh untuk semakin terpupuknya rasa persatuan dan kesatuan. Sebab yang demikian inilah sejatinya Islam rahmatan lil’alamin. Islam yang dapat hidup secara damai dan berdampingan dengan apapun komunitasnya (agama dan keyakinannya) dan siapapun orangnya.

Dengan demikian, tak ada alasan bagi siapapun  untuk kemudian membenci orang lain hanya karena ia berbeda identitas, terlebih bukan pemeluk agama Islam. Dari uraian bahaya laten intoleransi hingga upaya transformasi intoleransi ke toleransi, penulis merumuskan beberapa upaya-upaya yang dapat dijadikan sebagai kran pembuka sekaligus peneguh dalam membangun nalar kritis dalam mewujudkan toleransi atas kebebasan beragama dan keyakinan.

Pertama, melakukan penafsiran ulang terhadap teks-teks Al-Qur’an maupun Sunnah yang (secara literal/kasat mata) bernuansa intoleransi, menuju tafsir yang bernuansa toleran dan moderat. Upaya ini dapat dilakukan dengan menafsirkan al-Qur’an dengan mempertimbangkan sebab-sebab turun (asbab al-Nuzul) dan kontekstualisasinya.

Kedua, bersikap inklusif dan respect terhadap penganut agama dan keyakinan lain, yakni dengan mendudukkan semua manusia (apapun latar belakangnya) dengan setara dan ia berhak menentukan nasib atas dirinya sendiri, tanpa ada pemaksaan. Dari poin penting ini, mempunyai konsekuensi logis bahwa sebagai sama-sama makhluk ciptaan Tuhan, sudah sepatutnya saling melindungi dan menghargai satu sama lain, antara Muslim dengan non-Muslim. Dari sikap terbuka dan respect ini pula, akan dapat mengeliminir sikap menutup diri, mengasingkan dari golongan yang berbeda ataupun sikap esklusif lainnya.

Ketiga, melakukan dialog yang santun. Dengan berdialog, satu sama lain akan terjalin sebuah komunikasi yang bersifat simbiosa mutualisma, saling menguntungkan, saling melengkapi satu sama lain, saling menegur sapa jika ada kekeliruan. Mengutip pandangan Cak Nur (Nurcholish Madjid) bahwa dengan dialog akan terbentuk sebuah persilangan budaya hibrida, yakni terjalinnya sebuah kebudayaan yang unggul untuk kepentingan perdamaian dan peradaban bangsa. Dari dialog pula, akan membuahkan sikap saling pengertian terutama dalam menyikapi keberbedaan, untuk kemudian dapat terciptanya budaya toleransi diatas perbedaan dan keberagaman.

Walhasil, tantangan yang akan dihadapi generasi muda Muslim dan juga masyarakat pada umumnya akan semakin berat, karena koridornya tidak hanya sebatas dalam intern umat segama, beragama di Indonesia, melainkan pula hidup dalam konteks global-universal. Genderang Islam toleran dan moderat sebagaimana misinya rahmatan lil’alamin, sejatinya dibumikan, entah dalam olah wacana maupun gerakan pemberdayaan masyarakat. Demikian.


http://as-salafiyyah.blogspot.com/2012/05/menuai-hikmah-toleransi-untuk-kebebasan.html

Jumat, 11 Mei 2012

CARA HONGKONG MEMBERANTAS KORUPSI

Jika kita ngmongongin soal korupsi, sepertinya di setiap negara tak akan pernah lepas dari namanya korupsi, tentu saja hal ini sangat amat merusak untuk masyarakat negara itu sendiri. seperti hal nya Indonesia yang masih berjuang dan tampaknya perlu keberanian seorang pemimpin untuk memulai sebuah perang melawan korupsi ini.
dan untuk itu ada sedikit referensi dan pembelajaran bagi kita semua bagaimana pemerintah Hongkong sukses memberantas korupsi di negara bekas koloni Inggris itu
Jika Dibandingkan Korupsi DiIndonesia sekarang sama Hongkong Ditahun sebelum 1977, Indonesia Belum Ada Apa-Apanya..Sampai-sampai supir ambulans pun tak mau Antar pasien sekarat jika belum mendapat “uang teh” terlebih dahulu!
Pemberantasan korupsi di Hongkong puncaknya terjadi tahun 1973. Sebelumnya, usaha pemberantasan korupsi ini sudah dilakukan beberapa kali namun selalu gagal, dan sudah banyak korban pula yang berjatuhan. Nyaris tak ada polisi, jaksa dan hakim baik panjang umurnya di negara pulau itu jika berani melawan korupsi.
Benar-benar seperti cerita perang antar mafia di film-film Hongkong, saling tembak dan saling bunuh di jalanan. Bagaimana bandit-bandit di Hongkong kala itu bersekongkol dengan polisi menguasai dan berbagi "wilayah" operasinya, untuk pelacuran, penjudian dan narkotika. Bahkan merampok bank dengan senjata dan personil kepolisian juga sudah biasa terjadi. Luar biasa memang.
Usaha yang berhasil dalam soal pemberantasan korupsi di Hongkong pada awalnya digagas oleh seorang polisi baik, yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah kolonial Inggris, yang ketika itu tentu saja pusing tujuh keliling menghadapi jaringan kerja sama antara koruptor dan mafia kuning.
Bisa berhasil diatasi, tentunya faktor yang cukup menentukan adalah Gubernur koloni Inggris di Hongkong ketika itu, Sir Murray Mac Lehose (1971-1982) termasuk seorang pemimpin Hongkong yang keras dan berani ambil tindakan tegas. Dan jelas dia tidak terlibat dalam persekongkolan mafia yang terjadi. Tak lama setelah ditunjuk sebagai Gubernur, dia mencanangkan dua tahun masa jabatannya adalah bertempur dengan korupsi ! Dan itu tidak sekedar dia pidatokan. Dia langsung bertindak !
Usahanya itu membutuhkan aparat yang bersih dan berwibawa. Dan dia dibantu oleh sejumlah polisi baik bermental baja yang rela bertarung nyawa dengan mafia pengadilan. Sejumlah "polisi gila" yang punya nyawa cadangan benar-benar melakukan perang terhadap mafia Hongkong tersebut. Semua polisi baik itu berada langsung di bawah komando sang Gubernur ! Kepala polisi pun tak bisa apa-apa dan mafia-mafia Hongkong kalang kabut.
Dari pihak pemerintah Hongkong sendiri, usaha ini ditunjang pula dengan berbagai tindakan yang sama-sama gilanya. Extra Judisial. Yang paling drastis ya itu tadi : memecat semua aparat polisi, jaksa dan hakim di seluruh Hongkong, diganti sementara dengan polisi, jaksa dan hakim dari India dan Australia. Berbarengan dengan itu Hongkong melakukan perekrutan polisi, hakim, dan jaksa baru yang diseleksi dengan sangat ketat.
Bukan hanya aparat penegak hukumnya saja. Petugas administrasi yang bekerja di semua kantor polisi, jaksa dan hakim juga dipecat. Diberhentikan. Semua dengan pesangon yang cukup. Lebih dari separoh APBN Hongkong dipakai untuk memberikan pesangon bagi mereka.
Lantas kepada polisi, hakim dan jaksa yang dipecat dan terindikasi korupsi itu ditawarkan untuk pergi dari Hongkong, dengan jaminan tidak akan diusut, dan harta hasil korupsinya juga tidak akan dirampas oleh negara.
Tetapi kepada mereka yang memilih tetap tinggal di Hongkong akan diusut. Jelas yang berani dan punya nyali untuk tetap tinggal di Hongkong hanya yang benar-benar bersih saja. Yang merasa tangan dan kantongnya berlumuran harta hasil korupsi kabur ke luar negeri.
Mantan Polisi, hakim dan jaksa tersebut sebagian besar kabur ke Kanada, dengan membawa semua harta haramnya, tersebar di beberapa China Town di kota-kota besar. Pemerintah Kanada memilih menutup mata terhadap latar belakang mereka, asalkan mereka membawa uang yang cukup besar yang diperlukan untuk membangun Kanada.
Anehnya, para mafia tersebut di Kanada tidak berani berbuat onar, hanya menguasai lingkungan China Town saja. Sampai awal tahun 90-an, sekitar 17 tahun sejak berhasilnya pemberantasan korupsi tersebut, mulailah perilaku aparat hukum berubah. Sogok-menyogok tak ada lagi karena ketahuan sanksinya dipecat!
Kemudian tahun 1974 Gubernur Mac Lehose membentuk ICAC (Independent Commission Against Corruption) yaitu lembaga semacam KPK yang ada di Indonesia. Hasilnya, masyarakat Hongkong mulai teratur dengan tegaknya hukum, menjadi satu masyarakat yang hidup didalam jalur ketentuan hukum yang ada. Orang bilang sejak itulah Hongkong ekonominya maju pesat.
ICAC juga telah mendata lebih 99% Polisi terlibat kriminal dan korupsi, jika diberlakukan hukuman formal, seluruh polisi akan dipenjara, namun pemerintah hongkong memberi pemutihan hukuman, hanya polisi yang telibat kriminal diatas tanggal 1 Januari 1977 aja yang di bawa ke meja hijau.
Di Indonesia, usaha pemberantasan korupsi baru tahap permulaan, baru menyentuh kulit2nya saja yang tentu masih sangat jauh untuk sampai ke inti permasalahannya. Belajar dari pengalaman Hongkong yang baru berhasil setelah pemerintah bertindak dengan tangan besi, tampaknya kita harus menunggu sampai beberapa kali pemilu lagi, sampai kita menemukan pimpinan negara yang benar-benar bertangan besi tapi bersih dan benar-benar membela rakyat. Bukan pemimpin negara yang cengeng dan minta dikasihani ! 

RAHASIA BESAR DIBALIK SUKHOI DAN BOGOR


Di wilayah sekitar Halimun Bogor dan sekitarnya ada benteng-benteng milik Prabu Siliwangi yang tak kelihatan, pusat kerajaan ada di Gunung Salak, sebenarnya ini sudah menjadi rahasia umum.
Catatan sejarah soal Kerajaan Siliwangi pasca kehancurannya setelah diserang Kesultanan Banten pada tahun 1620-an, adalah catatatan pertama kali dari Scipio yang melakukan ekspedisi sekitar tahun 1687 mencatat ada ratusan macan gembong atau harimau bertempat tinggal di sebuah bangunan dekat Kebun Raya Bogor sekarang, selain itu ditemukan rawa yang berisi badak di sekitar Sawangan, dinamakan Rawa Badak dimana di ujung Rawa Badak ditemukan juga situs parit dan bekas tembok keraton yang dijadikan sarang macan, sekarang sarang macan ini dikenal pertigaan beringin di Sawangan. Selain catatan-catatan arkeologi, ada catatan mistis tentang segitiga Bogor.
Ada kecenderungan suatu pola dimana pesawat jatuh di tempat yang sama, di tahun 1966 helikopter yang ditumpangi Laksamana RE Martadinata jatuh, sampai sekarang penyebabnya tidak ketahuan. Lalu banyak pesawat jatuh di sekitar lokasi yang sama sekitar gunung salak dan gunung halimun.
Ada tiga gunung yang dianggap angker di masa Mataram Sultan Agung, pertama Gunung Merapi, Kedua Gunung Slamet dan Ketiga Gunung Halimun, diantara ketiganya Gunung Halimun-lah yang dianggap paling angker karena memiliki misteri luar biasa. Sampai saat ini banyak peristiwa jatuhnya pesawat di sekitar segitiga Gunung Halimun-Gunung Salak-Gunung Gede.
Daya energi ketiga gunung itu ada di Istana Cipanas, sekitar gedung yang dibangun Bung Karno namanya Gedung Bentol, tempat dimana Bung Karno selalu bermeditasi sejak dia menempati Istana Merdeka di tahun 1949. Di belakang Gedung Bentol ada sumber air panas, yang merupakan energi dari Siliwangi.
Dilamarnya Puteri Dyah Pitaloka yang kecantikannya serupa bidadari dan mewariskan kecantikan yang bisa dilihat pada gadis-gadis Bandung, Cianjur dan Sumedang sekarang ini adalah rahasia ‘Wahyu Nusantara’ yang dimiliki kerajaan Pajajaran, dimana Gadjah Mada ingin memilikinya “Siapa yang menguasai Wahyu Nusantara dia akan menguasai Indonesia’, penguasaan wahyu nusantara ini menimbulkan konflik antara Hayam Wuruk yang berpendapat bahwa wahyu itu bisa diambil dengan cara Ken Arok yaitu menikahi puteri sang Raja, di satu sisi wahyu bisa diambil dengan cara menaklukkan Pajajaran dan membangun kerajaan Majapahit Barat di Pakuan.
Tanpa disengaja menurut kepercayaan banyak orang Bung Karno mengawini puteri Bandung yaitu : Inggit Garnasih yang ditengarai masih keturunan Raja Siliwangi dimana wahyu Nusantara bersemayam di tubuh Inggit Garnasih, dan Bung Karno keturunan langsung Brawijaya V mengobarkan semangat Nusantara bermula di Bandung pada rapat politik Radicale Concentratie di Bandung tahun 1922. Bandung adalah kota terakhir dimana Prabu Linggabuana menyucikan diri di danau Bandung sebelum berangkat ke Majapahit dan kelak beristirahat di Pesanggrahan Bubat dimana kemudian datang Gadjah Mada dan terjadilah insiden pembunuhan dan pembantaian besar-besaran rombongan Pajajaran.
Sisa-sisa dari Laskar Perang Bubat melarikan diri ke Gunung Salak, sementara sisa-sisa dari punggawa Siliwangi yang diserang Banten lari ke Gunung Halimun. Tempat dimana seringnya pesawat menghilang, ini mirip dengan segitiga Bermuda dan segitiga formosa.
Gunung Halimun dan Gunung salak ini mirip Gunung Lawu yang disucikan Majapahit, tak boleh ada yang melintasi diatasnya, burungpun bisa mati bila melewati satu titik tanah yang sakral.
Apakah kejatuhan Pesawat Sukhoi ini sama dengan medan magnetis di Segitiga Gunung Halimun-Salak-Gede? seperti medan magnetis yang ada di segitiga bermuda dan segitiga formosa? Wallahu’alam…….

PENGARUH KOMUNITAS PUNK TERHADAP REMAJA


PENGARUH KOMUNITAS PUNK TERHADAP REMAJA         
Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda sendiri dibandingkan dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komuitas yang urakan, berandalan dan sebagainya. Namun jika dicermati lebih dalam banyak sekali yang menarik yang dapat Anda lihat di komunitas ini. Komunitas ini bukan hanya sekedar nongkrong di pinggir jalan, berpakaian aneh, gak pernah mandi, dan seterusnya, tetapi komunitas ini banyak melahirkan karya-karya yang bisa mereka banggakan. Di bidang musik misalnya, banyak band punk yang mampu mendapat tempat di hati remaja Indonesia, mereka tidak kalah dengan band-band cengeng yang selalu merengek-rengek, bahkan sampai nangis kayak cewek untuk mendapatkan tempat di hati remaja Indonesia. Band punk sendiri sangat identik dengan indie label, dengan modal yang minim band-band punk bisa terus exis di belantika musik tanah air tercinta, bahkan sampai ke level yang lebih tinggi, yaitu go international. Selain di bidang musik, komunitas punk juga bergerak di bidang fashion, awalnya mereka hnya membuat pakaian untuk mereka pakai sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu, mereka membuat dengan jumlah yang lebih banyak dan juga desain yang lebih variatif. Wadah untuk pakaian yang diproduksi sendiri oleh anak-anak punk sendiri biasa disebut distro, di industri ini pun komunitas punk mampu bersaing dengan produk-produk terkenal yang sudah akrab dengan remaja Indonesia. Di distro sendiri juga tidak hanya menjual pakaian, banyak aksesoris-aksesoris buatan anak-anak punk juga yang dijual di distro. Tidak hanya itu, distro sendiri juga dijadikan senjata untuk publikasi band-band punk yang sudah menpunyai album, pokoknya apa yang dilakukan komunitas punk tidak main-main, semuanya tertata rapi, yang aku tau sih itu namanya simbiosismutualisme. Jadi, jangan heran kalau remaja Indonesia dibilang gak keren karena belum belanja di distro. Tidak berhenti di situ, dengan gaya yang seperti itu, jangan sampai Anda bilang komunitas punk itu “gaptek” (gagap teknologi), dunia maya juga menjadi salah satu jalur perkembangan komunitas punk.
Perkembangan scene punk, komunitas, gerakan, musik, dan lainnya, yang paling optimal adalah di Bandung, disusul Malang, Yogyakarta, Jabotabek, Semarang, Surabaya, dan Bali. Parameternya adalah kuantitas dan kualitas aktivitas, bermusik, pembuatan fanzine (publikasi internal), movement (gerakan), distro kolektif, hingga pembuatan situs.Meski demikian, secara keseluruhan, punk di Indonesia termasuk marak. Profane Existence, sebuah fanzine asal Amerika menulis negara dengan perkembangan punk yang menempati peringkat teratas di muka Bumi adalah Indonesia dan Bulgaria. Bahwa `Himsa`, band punk asal Amerika sampai dibuat berdecak kagum menyaksikan antusiasme konser punk di Bandung. Di Inggris dan Amerika, dua negara yang disebut sebagai asal wabah punk, konser punk yang sering diadakan disana hanya dihadiri tak lebih seratus orang. Sedangkan di sini, konser punk bisa dihadiri ribuan orang. Mereka kadang reaktif terhadap publikasi pers karena khawatir diekploitasi. Pers sebagai industri, mereka anggap merupakan salah satu mesin kapitalis. Mereka memilih publikasi kegiatan, konser, hingga diskusi ide-ide lewat fanzine.
Sebagaimana telah difahami, bahwa dalam perkembangannya manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Mungkin kalau kita perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.
Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja:
1. Lingkungan keluarga.
Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa.
Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan globalisasi.
2. Lingkungan sekolah.
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.
Dalam lingkungan sekolah guru memegang peranan yang penting, sebab guru bagaikan pengganti orang tua. Karena itu diperlukan guru yang arif bijaksana, mau membimbing dan mendorong anak didik untuk aktiv dan maju, memahami perkembangan remaja serta seorang yang dapat dijadikan tauladan. Guru menempati tempat istimewa di dalam kehidupan sebagian besar remaja. Guru adalah orang dewasa yang berhubungan erat dengan remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan akan sampai kepadanya, dan mereka mengambil guru sebagai contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Dan remaja menyangka bahwa semua orang tua, kecuali orang tua mereka, berfikir seperti berfikirnya guru-guru mereka.
3. Lingkungan teman pergaulan.
Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
4. Lingkungan dunia luar.
Merupakan lingkungan remaja selain keluarga, sekolah dan teman pergaulan, baik lingkungan masyarakat lokal, nasional maupun global. Lingkungan dunia luar akan memperngaruhi remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik itu benar maupun salah, baik itu islami maupun tidak. Lingkungan dunia luar semakin besar pengaruhnya disebabkan oleh faktor-faktor kemajuan teknologi, transportasi, informasi maupun globalisasi.
Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Contoh kecil, seorang remaja berpakaian ala punk, tetapi dia tidak idealis, dia tidak menganut paham ideologi punk, dia juga suka musik cengeng yamg lembut bak seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya. Dari contoh kecil tersebut, komunitas punk masih bisa dibilang sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja Indonesia, bahkan bisa dibilang mempunyai andil dan bertanggung jawab terhadap kebebasan berekspresi remaja Indonesia.