Rabu, 25 Juni 2014

PERLINDUNGAN HAK CIPTA



Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum yang dinamakan Hukum HAKI. Yang dinamakan Hukum HAKI ini, meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis dari karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah pikir manusia bertautan dengan kepentingan yang bersifat ekonomi dan moral.
Hak cipta tidak memberikan pemegang hak cipta atas komputer program hak monopoli terhadap bagaimana cara program tersebut bekerja, tetapi hukum hak cipta memberikan hak bagi pemegang hak cipta atas program komputer untuk melarang pihak lain yang meniru, menjiplak ekspresi dari instruksi atas program yang dapat diaplikasikan dalam perangkat komputer tersebut.
Di dalam terminologi hukum di Indonesia, tidak mengenal istilah pembajakan software. Istilah ini merupakan terjemahan langsung dari software piracy. Dalam Kamus Microsoft Encarta, dikatakan bahwa piracy merupakan perbuatan menggunakan material yang dilindungi dengan copyright atau yang dikenal di Indonesia sebagai hak cipta, tanpa izin resmi. Bila dilihat ke dalam hukum nasional kita, masalah perlindungan software ini diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19/2002 (UU Hak Cipta). Pada Pasal 12 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sebuah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra adalah:
  1. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
  2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan
  7. Arsitektur;
  8. Peta;
  9. Seni, batik;
  10. Fotografi;
  11. Sinematografi;
  12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Jadi, untuk mengatakan apakah sebuah produk itu masuk ke dalam perlindungan hak cipta, maka kita perlu merujuk pada pasal di atas, apakah produk tersebut termasuk di dalamnya. Untuk mengetahui apa yang disebut pembajakan software tersebut maka, harus terlebih dahulu mengetahui apakah perlindungan yang diberikan terhadap sebuah ciptaan, dalam hal ini sebuah software (piranti lunak). Pasal 2 UU Hak Cipta memberikan batasan hak-hak apa saja yang tercakup dalam hak cipta. Dikatakan Hak Cipta merupakan hak eksklusif Pencipta (atau Pemegang Hak Cipta) untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Selain itu, Pencipta (atau Pemegang Hak Cipta) atas program komputer berhak untuk memberikan izin/melarang orang lain untuk menyewakan ciptaannya.
Permasalahannya yang timbul, apa saja yang dimaksudkan dengan mengumumkan atau memperbanyak sebuah ciptaan tersebut. Dalam Penjelasan Pasal 2 UU Hak Cipta dikatakan bahwa pengertian “mengumumkan atau memperbanyak” juga mencakup kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujud-kan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.
Pembajakan software bisa mencakup beberapa kegiatan antara lain menjual software atau menyewakan software. Namun, tidak disebutkan bahwa menggunakan atau memakai software merupakan pelanggaran hak cipta juga disebut pembajakan software. Oleh sebab itu, tidak perlu khawatir bila menggunakan software bajakan. Akan tetapi, meng-copy atau menginstal software termasuk tindakan memperbanyak software. Bila dilakukan tanpa izin (tanpa lisensi dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta) maka juga dianggap pembajakan. Sebenarnya, masalah hak cipta awalnya merupakan permasalahan perdata, artinya hanya menyangkut kepentingan individu terhadap individu lainnya. Namun, lantaran UU Hak Cipta juga memasukkan unsur pidana, maka masalah pembajakan software ke hukum pidana. Pasal 72 ayat (1) memberikan ancaman kurungan pidana bagi mereka yang sengaja dan tanpa hak (melawan hukum) melakukan perbuatan tersebut, paling singkat 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1 juta, paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 milyar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar