Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum yang dinamakan Hukum HAKI. Yang dinamakan Hukum HAKI ini, meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis dari karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah pikir manusia bertautan dengan kepentingan yang bersifat ekonomi dan moral.
Hak cipta tidak memberikan pemegang hak cipta atas komputer program hak monopoli terhadap bagaimana cara program tersebut bekerja, tetapi hukum hak cipta memberikan hak bagi pemegang hak cipta atas program komputer untuk melarang pihak lain yang meniru, menjiplak ekspresi dari instruksi atas program yang dapat diaplikasikan dalam perangkat komputer tersebut.
Di dalam terminologi hukum di Indonesia, tidak
mengenal istilah pembajakan software. Istilah ini merupakan terjemahan
langsung dari software piracy. Dalam Kamus Microsoft Encarta, dikatakan
bahwa piracy merupakan perbuatan menggunakan material yang dilindungi
dengan copyright atau yang dikenal di Indonesia sebagai hak cipta, tanpa
izin resmi. Bila dilihat ke dalam hukum nasional kita, masalah perlindungan software
ini diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19/2002 (UU Hak Cipta). Pada Pasal
12 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sebuah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra adalah:
- Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
- Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
- Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
- Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
- Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
- Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan
- Arsitektur;
- Peta;
- Seni, batik;
- Fotografi;
- Sinematografi;
- Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Jadi, untuk mengatakan apakah sebuah produk itu
masuk ke dalam perlindungan hak cipta, maka kita perlu merujuk pada pasal di
atas, apakah produk tersebut termasuk di dalamnya. Untuk mengetahui apa yang
disebut pembajakan software tersebut maka, harus terlebih dahulu
mengetahui apakah perlindungan yang diberikan terhadap sebuah ciptaan, dalam
hal ini sebuah software (piranti lunak). Pasal 2 UU Hak Cipta memberikan
batasan hak-hak apa saja yang tercakup dalam hak cipta. Dikatakan Hak Cipta
merupakan hak eksklusif Pencipta (atau Pemegang Hak Cipta) untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya. Selain itu, Pencipta (atau Pemegang Hak Cipta)
atas program komputer berhak untuk memberikan izin/melarang orang lain untuk
menyewakan ciptaannya.
Permasalahannya yang timbul, apa saja yang
dimaksudkan dengan mengumumkan atau memperbanyak sebuah ciptaan tersebut. Dalam
Penjelasan Pasal 2 UU Hak Cipta dikatakan bahwa pengertian “mengumumkan atau
memperbanyak” juga mencakup kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujud-kan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,
memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.
Pembajakan software bisa mencakup beberapa
kegiatan antara lain menjual software atau menyewakan software.
Namun, tidak disebutkan bahwa menggunakan atau memakai software merupakan
pelanggaran hak cipta juga disebut pembajakan software. Oleh sebab itu,
tidak perlu khawatir bila menggunakan software bajakan. Akan tetapi,
meng-copy atau menginstal software termasuk tindakan memperbanyak
software. Bila dilakukan tanpa izin (tanpa lisensi dari
Pencipta/Pemegang Hak Cipta) maka juga dianggap pembajakan. Sebenarnya, masalah
hak cipta awalnya merupakan permasalahan perdata, artinya hanya menyangkut
kepentingan individu terhadap individu lainnya. Namun, lantaran UU Hak Cipta
juga memasukkan unsur pidana, maka masalah pembajakan software ke hukum
pidana. Pasal 72 ayat (1) memberikan ancaman kurungan pidana bagi mereka yang
sengaja dan tanpa hak (melawan hukum) melakukan perbuatan tersebut, paling
singkat 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1 juta, paling lama 7 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 5 milyar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar